Sejumlah pekerja menyiapkan peralatan pada Musyawarah Nasional IX Partai Golkar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 6 Desember 2014. Munas tandingan yang dilaksanakan oleh Presidium Penyelamat Partai Golkar ini rencananya akan dihadiri oleh 240 DPD provinsi dan kabupaten/kota. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan tidak ada lagi istilah presidium penyelamat partai. "Yang sekarang terjadi, tidak perlu dirisaukan," ujarnya dalam konferensi pers, Ahad, 7 Desember 2014. (Baca: Alasan Kubu Agung Laksono Percepat MunasGolkar)
Ia mengungkapkan musyawarah nasional Partai Golkar di Ancol ilegal dan inkonstitusional. Bambang mengklaim tidak ada ketua dewan pimpinan daerah tingkat satu dan dua yang membawa mandat serta cap dalam munas di Ancol, seperti diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) partai. "Kami sudah cek, banyak peserta yang tidak jelas," ucap Bambang. (Baca: Yorrys: Ada 384 DPD di Munas Tandingan)
Bambang memberi contoh, tidak mungkin ada kader Golkar yang memakai jas tapi mengenakan sendal jepit dalam ruangan munas. Sebagai partai yang sudah berpengalaman, Partai Golkar menjadi contoh bagi partai-partai lainnya. Namun, ia melanjutkan, ada orang yang terpengaruh ambisi pribadi dan mengancam keutuhan partai. "Dewan pimpinan pusat akan mengkaji oknum yang membuat Golkar terancam retak," kata Bambang.
Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komaruddin tidak percaya pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM mengesahkan kepengurusan hasil munas di Ancol. Menurut dia, tidak ada alasan untuk keluar dari aturan AD ART serta organisasi. "Jika itu terjadi, pahit kami rasakan, walaupun tidak dapat dibenarkan," ujar Ade.