TEMPO Interaktif, Jakarta: Beberapa staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuwait diduga terlibat kasus perdagangan manusia. Tudingan ini muncul berdasarkan pengakuan tiga mantan tenaga kerja wanita (TKW) di negara itu."Mereka baru berani mengaku setelah sebulan di berada di Tanah Air," kata Nurmawati, koordinator Lembaga Pendamping Tenaga Kerja Indonesia, di Jakarta, Selasa. Satu korban asal Cianjur kembali ke kampung halaman sambil membawa anak hasil pemerkosaan lelaki Kuwait yang membelinya dari agen asal Indonesia. Dua korban lain bekerja sebagai sukarelawan di Lembaga Pendamping Tenaga Kerja Indonesia. "Sekarang saya ikut mendampingi TKW bermasalah," kata Evi Zulfitriana, salah satu korban.Evi ditemukan Nurmawati di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada Februari 2005. Saat itu dia baru dipulangkan dari Kuwait setelah terjerat jaringan perdagangan perempuan. Jaringan ini diduga melibatkan staf lokal dan karyawan kontrak Kedutaan Besar RI di Kuwait. "Dia pulang hanya membawa badan," kata Nurmawati.Duta Besar RI di Kuwait Hadromi Nikam tidak bisa membantah dugaan keterlibatan anak buahnya dalam kasus ini. "Kalau saya bantah dan ternyata ada, bagaimana?" kata dia. Menurut Hadromi, kasus ini merupakan kejadian gelap. "Susah membuktikannya," tuturnya. Hadrami juga tak membantah beberapa nama yang disebut korban merupakan staf kedutaan dan karyawan kontrak.Berdasarkan pengakuan korban, staf lokal kedutaan bernama Anton, Khairuddin, Husni, Pudji, dan Hasan disebut terlibat dalam kasus ini. "Mereka sudah bekerja di sini sebelum saya datang," katanya. Sedangkan Amshi, sopir asal India, merupakan tenaga asing yang dikontrak. Khairuddin yang disebut Tuti membantah dirinya terlibat perdagangan perempuan. "Ada yang tidak suka dan ingin menjatuhkan karier saya," katanya. Dia mengaku sudah 16 tahun bekerja di Kedutaan Besar RI di Kuwait. Dia mengaku sering diminta TKW menikahkan secara kontrak dengan para kenalannya. "Tapi saya tolak karena haram. Saya ini orang pesantren," katanya.Hadromi mengaku berang dengan tudingan kedutaan yang dipimpinnya identik dengan perdagangan perempuan. "Apa kami mengimpor orang?" katanya. Istiqomatul Hayati