Terdakwa Presiden Direktur PT Parna Raya Group, Artha Meris Simbolon usai sidang perdana kasus suap SKK Migas dengan agenda bacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 September 2014. Artha didakwa melakukan dugaan suap yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Rumput tetangga memang lebih hijau. Ungkapan cocok menggambarkan suasana hati Artha Meris Simbolon, 37 tahun, Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, yang kini menjadi terdakwa kasus suap. Pabrik amoniak milik Artha harus membeli gas bumi dengan harga lebih mahal dari PT Kaltim Pasifik Amoniak. Selisihnya sekitar US$ 7-8 per mmbtu, satuan volume gas bumi. Padahal, gas dari kedua pabrik itu berasal dari sumur dan pipa yang sama: Bontang. (Baca: Artha Meris Dituntut 4,5 Tahun Penjara)
Artha pun bertambah kesal. Sebab, pemerintah tak kunjung merevisi formula harga gas untuk pabriknya. Alhasil, perusahaannya merugi dan tak bisa membayar gaji karyawan. "Pabrik saya kini shut down," kata Artha sambil terisak saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, 13 November 2014.
Sebelum pabriknya gulung tikar, Artha tak tinggal diam. Dia mendesak Rudi Rubiandini, kala menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, untuk mengubah formula harga gas pabriknya agar mendekati banderol yang dibeli PT KPA, kompetitor pabrik milik Artha. Dia menjanjikan iming-iming uang dolar Amerika Serikat ke Rudi. (Baca: Artha Meris Bantah Suap Mantan Bos SKK Migas)
Menyadari Rudi sebagai pejabat, Artha dan Rudi memakai jembatan pelatih golf Rudi, Deviardi. Perkenalan Deviardi dengan Artha berlangsung di arena golf Gunung Geulis, Bogor. Selanjutnya, mereka bertemu di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. Artha memberikan uang US$ 250 ribu ke Rudi melalui Deviardi. Tapi, Artha membantah. "Saya tak pernah bertemu Deviardi di Hotel Sari Pan Pacific," kata Artha.