TEMPO.CO, Semarang - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jawa Tengah memastikan suhu udara di Jawa Tengah, khususnya Semarang, saat ini dalam tingkat ekstrem. Kondisi itu berdasarkan hasil pantauan prakiraan cuaca pada Ahad, 28 September 2014, pukul 12.00 WIB, yang mencapai 34,8 derajat Celsius. "Pada pukul 13.00 hingga 14.00 mencapai 35 derajat Celsius. Ini sudah ekstrem," kata prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jawa Tengah, stasiun pemantauan Semarang, Rosida, saat ditemui di ruang kerjanya, Ahad, 28 September 2014.
Suhu itu jauh dari rata-rata normal yang berada di temperatur 33 derajat Celsius. Menurut Rosida, kondisi itu juga dipengaruhi kelembapan udara di daerah pantai utara yang hanya 20 persen atau jauh dari rata-rata yang biasanya di atas 40 persen. "Udara sangat kering. Ini menunjukkan puncak musim kemarau."
Suhu panas yang ekstrem itu sudah terjadi sejak 23 September lalu, dengan puncak suhu panas mencapai 35,6 derajat Celsius pada 26 September 2014. Pantauan Rosida, kondisi suhu udara yang ekstrem itu selain dipengaruhi oleh matahari yang mendekati ekuator juga pengaruh musim angin dari Australia ke Asia.
"Ada monsun (angin yang bertiup sepanjang tahun) dari Australia, yakni pengaruh dari angin dingin ke panas. Artinya di angin Australia yang dingin bergerak ke Asia yang lebih panas," kata Rosida.
Analisa BMKG dari stasiun pemantauan Semarang menunjukkan gejala alam yang terjadi saat ini juga menimbulkan intensitas matahari saat siang lebih lama. Termasuk di Semarang yang suasananya cepat pagi dan lebih panas karena energi radiasi matahari lebih besar.
EDI FAISOL
Berita lain:
PPP: Amarah SBY Melengkapi Skenario
Tagar ShameOnYouSBY Turun, SBY Tetap Dirisak
Dua Cara SBY Selamatkan Citra di UU Pilkada
Ramadhan: SBY Tak Pernah Instruksikan Walkout
Berita terkait
BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Laut Jawa dan Samudra Hindia
9 jam lalu
Potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah Indonesia dapat berisiko terhadap keselamatan pelayaran.
Baca SelengkapnyaDasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat
14 jam lalu
Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat memprakirakan 52,1 persen wilayah berkategori hujan rendah.
Baca Selengkapnya4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG
22 jam lalu
Garut dan sebagian wilayah di Jawa Barat kembali digoyang gempa pada Rabu malam, 1 Mei 2024. Buat Garut ini yang keempat kalinya sejak Sabtu lalu.
Baca SelengkapnyaBPBD Kabupaten Bandung Telusuri Informasi Kerusakan Akibat Gempa Bumi M4,2 dari Sesar Garsela
1 hari lalu
Gempa bumi M4,2 mengguncang Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. BPBD Kabupaten Bandung mengecek informasi kerusakan akibat gempa.
Baca SelengkapnyaGempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan
1 hari lalu
BMKG melaporkan gempa berkekuatan M4,2 di Kabupaten Bandung. Ditengarai akibat aktivitas Sesar Garut Selatan. Tidak ada laporan kerusakan.
Baca SelengkapnyaCara BMKG Memantau Bahaya Tsunami Gunung Ruang yang Masih Berstatus Awas
1 hari lalu
BMKG mengawasi kondisi muka air di sekitar pulau Gunung Ruang secara ketat. Antisipasi jika muncul tsunami akibat luruhan erups.
Baca SelengkapnyaHari Pertama Mei 2024, BMKG Perkirakan Sebagian Jakarta Hujan Saat Siang
1 hari lalu
Jakarta diprediksi cenderung berawan hari ini, Rabu, 1 Mei 2024. Sejumlah wilayah berpeluang hujan siang nanti.
Baca SelengkapnyaGempa Bumi M5,5 Mengguncang Wilayah Maluku Utara, Terasa di Halmahera Barat dan Ternate
1 hari lalu
BMKG mencatat kejadian gempa bumi dengan kekuatan M5,5 di wilayah Maluku Utara. Pusat gempa di laut, dipicu deformasi batuan Lempeng Laut Maluku.
Baca SelengkapnyaPotensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan
2 hari lalu
Lokasi sumber gempa lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar
Baca SelengkapnyaIntensitas Gempa di Jawa Barat Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Adaptif dan Proaktif Mitigasi Bencana
2 hari lalu
Wilayah Garut, Cianjur, Tasikmalaya, Pangandaran dan Sukabumi memiliki sejarah kejadian gempa bumi yang sering terulang sejak tahun 1844.
Baca Selengkapnya