Gedung kantor Kementerian Agama (Kemenag) di Jl. Lapangan Banteng Barat 3-4, Jakarta Pusat, Jumat (23/5). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Tegal - Gelombang protes terhadap buku Sejarah Kebudayaan Islam yang menyebut makam wali sebagai contoh berhala belum berhenti meski Kementerian Agama telah meminta maaf dan akan menarik peredaran buku produk Kurikulum 2013 itu.
"Kami sudah memaafkan. Tapi kami tidak terima dengan alasan Kemenag yang menyatakan karena faktor human error," kata Al-Habib Thohir bin Abdullah al-Kaaf, pengasuh Pondok Pesantren Daarul Hijrah, Tegal, Jawa Tengah, Kamis, 18 September 2014. (Baca berita sebelumnya: Kementerian Agama Minta Maaf Salah Cetak Buku MTs)
Buku pegangan guru kelas VII madrasah tsanawiyah terbitan Kementerian Agama tahun 2014 itu memicu kontroversi karena dianggap melecehkan kelompok Islam tertentu. Pada halaman 14 Bab I, yang mendiskusikan perbandingan kondisi kepercayaan Mekah dengan kepercayaan sekarang, terdapat kata-kata "berhala sekarang adalah kuburan para wali".
Thohir yakin munculnya kalimat tersebut tidak sekadar disebabkan oleh faktor human error. "Alasannya kok enteng sekali. Padahal, kalimat itu mengindikasikan adanya penyisipan paham Prutanis atau Salafi," ujarnya. (Baca: Buku Agama Terbitan Pemerintah Dilaporkan ke Polisi)
Menurut Thohir, penggalan kalimat itu telah menyinggung perasaan umat Islam penganut ahlussunah waljamaah. Bila tidak segera diantisipasi, kata dia, dampaknya bisa besar. "Gerakan 5 ribu mahasiswa saja dampaknya luar biasa, apalagi kalau 50 ribu santri," kata Thohir.
Thohir mendesak Kementerian Agama meralat alasan penyebab munculnya keterangan itu. Untuk itu, dia dan para pengurus Pesantren Daarul Hijrah akan mendatangi Kementerian Agama. "Sore ini (Kamis, 18 September) kami berangkat ke Jakarta dan langsung menuju Kemenag," ujarnya.
Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal, Sihono, mengatakan editor harus hati-hati saat menemukan materi yang sensitif dan rawan menimbulkan gejolak. "Jangan hanya melihat konten, tapi harus mencermati kata demi kata, kalimat demi kalimat," kata Sihono.
Sihono menilai sikap Kementerian Agama segera meminta maaf dan menarik buku yang telanjur beredar itu sudah tepat. "Karena masalah ini menyangkut akidah atau keyakinan," ujarnya. (Baca juga: Kemendikbud Setuju Buku MTs dari Kemenag Direvisi)