TEMPO Interaktif, Jakarta:Malang Mochammad Yusman Roy mengharapkan bantuan mantan presiden yang juga Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdurrahman Wahid untuk menengahi perselisihan antara dirinya dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Gus Dur, begitu Abdurrahman biasa disapa, dipercaya Roy dapat menjadi penengah yang bijak dan adil sehingga duduk perkaranya menjadi jernih dan proporsional. “Kami mohon Gus Dur untuk bisa ikut menjernihkan masalah, sehingga MUI mau mencabut fatwanya yang sewenang-wenang itu,” ujar Roy kepada wartawan seusai Jum’atan di Pondok I’tikaf Jama’ah Ngaji Lelaku. Belasan wartawan dan 8 intel dari Kepolisian Wilayah Malang ikut menyaksikan salat Jum’at yang menggunakan dua bahasa, Arab dan Indonesia, dan diakhiri dengan pengajian. Salat itu diikuti 14 pengikut Roy yang terdiri dari 5 perempuan dan 9 pria, seorang di antaranya bocah laki-laki berusian belasan tahun. Ia menilai hanya Gus Dur yang dapat memahami aktivitas Pondok di Desa Sumberwaras, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu. Roy mengaku siap berdamai dengan MUI. Namun, jika MUI bergeming pada fatwanya, ia menyatakan siap menanggung segala risikonya. Dipenjara bukan masalah besar bagi dirinya. Hanya saja ia masih ingin menyelesaikan persoalan lewat jalan damai, yakni berdialog di forum terbuka dengan disaksikan para ulama dan intelektual muslim. Sayangnya, ajakan berdialog tak pernah bersambut. “Saya sudah pernah ajak MUI untuk bertemu dan berdialog. Tapi permohonan kami tak digubris,” ujar pria kelahiran 25 Februari, 50 tahun silam itu. Roy mengaku, sejak penggunaan bahasa Indonesia dalam salat berjamaah diributkan MUI dan terekspos media massa, kehidupan istri dan 10 orang anaknya mulai terusik. Ia mengaku berkali-kali menerima teror lewat telepon. Namun, Roy dan istrinya, Supartini, mengaku tak gentar. Abdi Purmono