Soal RUU Pilkada, Partai Politik Dinilai Plin-plan  

Reporter

Editor

Elik Susanto

Sabtu, 6 September 2014 07:05 WIB

Ramlan Surbakti. TEMPO/Wahyu Setiawan

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, menolak kepala daerah dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika cara itu dilakukan, jelas akan menabrak konstitusi. "Kita arus konsisten dengan konstitusi UUD 1945 di mana rakyatlah yang berhak menentukan kepala negara dan kepala daerahnya. Konstitusi tidak boleh kalah dengan alasan efisiensi," kata Ramlan saat ditemui dalam acara diskusi Masyarakat Sipil Tolak RUU Pilkada di Jakarta, Jumat, 5 September 2014.

Ramlan heran dengan sikap beberapa partai yang berubah pikiran terkait dengan sistem pilkada langsung dan tidak langsung. "Mereka berubah pikiran di saat terakhir (RUU Pilkada akan disahkan di DPR). Pemerintah sudah berubah pikiran memilih kepala daerah secara langsung, tiba-tiba beberapa partai berubah pikiran dengan alasan efisien," katanya. Mestinya partai politik tidak boleh plin-plan dalam bersikap.

Maksud dari konsisten dengan konstitusi, menurut Ramlan, bahwa bentuk negara Indonesia adalah republik. Sebagai konsekuensinya, maka kedaulatan berada di tangan rakyat. Pengisian jabatan politik-kenegaraan dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (vide Pasal 2 ayat 1, Pasal 6A, Pasal 18 ayat 3, Pasal 19 ayat 1, Pasal 22C ayat 1, dan Pasal 22 E).

Meski dalam Pasal 18 ayat 4 menyebutkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis, maka kata demokratis harus dimaknai bahwa kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat sebagai pemilih.

Dalam UUD 1945, Ramlan melanjutkan, Indonesia juga menganut sistem pemerintahan presidensial (Pasal 6A ayat 1 dan Pasal 7), di mana cirinya, presiden dipilih oleh rakyat. Hal inilah yang membedakan dengan sistem parlementer, di mana eksekutif dipilih oleh parlemen (DPR atau DPRD) berdasarkan perolehan kursi mayoritas di parlemen.

"Untuk menegaskan dan menjaga konsistensi sistem pemerintahan presidensial, maka dalam pengisian jabatan kepala daerah sebagai pemimpin daerah, sudah seharusnya dilakukan melalui pemilu secara langsung, bukan oleh parlemen," kata mantan wakil Komisi Pemilihan Umum ini.

Sebelumnya, pada 1-3 September 2014, anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang Undang (RUU) Pilkada DPR melakukan rapat konsinyering di Wisma Griya Sabha Kopo DPR-RI, di Cisarua, Puncak, Bogor. Agendanya membahas RUU tersebut bersama pemerintah.

Menurut salah satu anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Herman Kadir, partai-partai Koalisi Merah Putih ketika di Bogor sepakat bahwa baik pemilihan gubernur dan pemilihan bupati-wali kota dilakukan secara tidak langsung, atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kecuali Partai Keadilan Sejahtera.

"Tidak ada yang namanya dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang disebut dengan rezim pemerintahan dan rezim pemilu. Apalagi dipisahkan, karena rezim pemerintahan menentukan mekanisme pemilihan. Jadi kalau pemerintahannya presidensial, maka pemilihannya harus pemilihan umum secara langsung. Kalau parlementer, perdana menterinya dipilih oleh parlemen bukan oleh pemilu. Jadi konsisten saja antara pemilu presiden dan pemilihan kepala daerah, yakni dipilih secara langsung oleh rakyat. Bukan oleh parlemen atau DPRD," kata Ramlan.

Alasan penolakan kedua dari Ramlan adalah bahwa persoalan efisiensi yang dikoarkan oleh Koalisi Merah Putih, tidak bisa mengalahkan alasan konstitusi. "Alasan efisiensi itu tidak benar. Yang disebut tidak efisien selama ini kan biaya penyelenggaranya, dan ini solusinya dapat diatasi dengan pilkada yang dilakukan secara serentak," ujarnya.

Biaya pilkada mahal, kata Ramlan, adalah karena biaya pencalonan dari partai yang mahal atau pada saat kampanyenya. "Kalau partai politik mengajukan calon yang bagus, calon itu biasanya tidak mau membayar 'uang mahar' kepada partai politik. Pilkada tidak efisien karena partai tidak mampu mengajukan calon yang bagus," katanya.

"Susunan negara kita adalah negara kesatuan dengan menjamin otonomi daerah seluas-luasnya untuk provinsi dan kabupaten/kota. Maka kepala daerah juga dipilih oleh rakyat. Memberikan rakyat di daerah untuk mendapatkan hak konstitusionalnya untuk memilih pemimpinnya di daerah," ujarnya.

RIDHO JUN PRASETYO

Berita Terpopuler

Kecewa, PDIP Malas Sokong Risma Maju Lagi
Mengapa SBY Kaget Jero Jadi Tersangka?
Dipo Alam Perintahkan Tolak Kedatangan Tim Transisi

Berita terkait

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

4 hari lalu

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

Isu tentang partai yang akan menjadi oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran kian memanas. Kenali fungsi dan peran oposisi.

Baca Selengkapnya

Daftar 16 Partai Politik yang Gugat Sengketa Pileg ke MK, dari PDIP hingga PKN

7 hari lalu

Daftar 16 Partai Politik yang Gugat Sengketa Pileg ke MK, dari PDIP hingga PKN

Sejumlah partai politik mengajukan sengketa Pileg ke MK. Partai Nasdem mendaftarkan 20 permohonan.

Baca Selengkapnya

Mendekati Pilkada 2024, Begini Riuh Kandidat Kuat Sejumlah Parpol

9 hari lalu

Mendekati Pilkada 2024, Begini Riuh Kandidat Kuat Sejumlah Parpol

Mendekati Pilkada 2024, partai-partai politik mulai menyiapkan kandidat yang akan diusung. Beberapa nama telah diisukan akan maju dalam pilkgub.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Ingatkan Pentingnya Pembenahan Partai Politik

34 hari lalu

Bamsoet Ingatkan Pentingnya Pembenahan Partai Politik

Partai politik memegang peran penting dalam menentukan arah kebijakan negara.

Baca Selengkapnya

Pilihan Amerika Serikat Hanya Punya 2 Partai Politik, Ini Penjelasannya

35 hari lalu

Pilihan Amerika Serikat Hanya Punya 2 Partai Politik, Ini Penjelasannya

Amerika Serikat sebagai negara demokrasi terbesar di dunia memilih dominasi hanya dua partai politik yaiutu Partai Republik dan Partai Demokrat.

Baca Selengkapnya

Prabowo Dinilai Butuh Koalisi Raksasa Usai Penetapan Pemilu 2024, Berikut Jenis-jenis Koalisi

40 hari lalu

Prabowo Dinilai Butuh Koalisi Raksasa Usai Penetapan Pemilu 2024, Berikut Jenis-jenis Koalisi

LSI Denny JA menyatakan Prabowo-Gibran membutuhkan koalisi semipermanen, apa maksudnya? Berikut beberapa jenis koalisi.

Baca Selengkapnya

8 Parpol ke Senayan Penuhi Parliamentary Threshold di Pemilu 2024, Apa Bedanya dengan Presidential Threshold?

42 hari lalu

8 Parpol ke Senayan Penuhi Parliamentary Threshold di Pemilu 2024, Apa Bedanya dengan Presidential Threshold?

PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, dan PAN penuhi parliamentary threshold di Pemilu 2024. Apa bedanya dengan Presidential Threshold?

Baca Selengkapnya

Daftar 8 Parpol yang Lolos ke DPR di Pemilu 2024, 10 Lainnya Gagal ke Senayan

43 hari lalu

Daftar 8 Parpol yang Lolos ke DPR di Pemilu 2024, 10 Lainnya Gagal ke Senayan

Hasil akhir rekapitulasi suara KPU menyebutkan 8 parpol lolos ke Senayan. Sementara 10 parpol lainnya gagal ke DPR di Pemilu 2024. Berikut daftarnya.

Baca Selengkapnya

MK Tolak Gugatan Uji Materil Frasa Gabungan Partai Politik dalam UU Pemilu

44 hari lalu

MK Tolak Gugatan Uji Materil Frasa Gabungan Partai Politik dalam UU Pemilu

Hakim MK mengatakan, keberlakuan Pasal 228 UU Pemilu sesungguhnya ditujukan bagi partai politik secara umum,

Baca Selengkapnya

MK Putuskan Gugatan Mahasiswa soal Pembubaran Partai Politik Tidak Dapat Diterima

44 hari lalu

MK Putuskan Gugatan Mahasiswa soal Pembubaran Partai Politik Tidak Dapat Diterima

Seorang mahasiswa mengajukan permohonan uji materiil Undang-undang tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya