Pemerintah Gulirkan Program bagi Masyarakat Adat  

Reporter

Senin, 1 September 2014 17:27 WIB

Komunitas adat dari Suku Dayak Losarang dan Baduy melakukan Upacara Ngarawat Bumi dengan menanam pohon di Lahan Sengketa, Gasibu, Bandung, Jawa Barat. Rabu (28/3). Mereka menolak pembangunan gedung DPRD Jabar dan menagih janji Ketua DPRD yang akan memperjuangkan bantuan dana APBD bagi masyarakat adat serta memperjuangkan pembuatan Perda untuk melindungi keberadaan masyarakat adat. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Boediono meluncurkan Program Nasional Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Melalui Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut di Jakarta, Senin, 1 September 2014. Sembilan menteri dan kepala lembaga pemerintah menandatangani deklarasi untuk memberikan kekuatan hukum dan panduan penguatan kelembagaan.

"Deklarasi ini merupakan langkah penting sebagai bagian perjalanan panjang perjuangan kita menempatkan peran dan posisi masyarakat hukum adat ke dalam sistem nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Boediono.

Acara ini dihadiri Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan, perwakilan masyarakat adat di berbagai daerah, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik, dan Direktur UNORCID Satya Tripathi. (Baca: Dubes Norwegia Akan Jelajahi Hutan Kalimantan)

Kesembilan instansi itu adalah Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi Geospasial, Komisi Nasional HAM, dan Badan Pengelola Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan (REDD+).

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan bahwa pengakuan terhadap masyarakat adat adalah salah satu dasar pelaksanaan REDD+. "Dia mengajak kita tidak berbicara yang mengawang-awang, seperti emisi gas rumah kaca, termasuk di dalamnya tentang perdagangan karbon, carbon offset, carbon credit, dan lainnya," katanya.

Menurut Kuntoro, lebih baik kita berbicara hal yang konkret dan jelas, yakni bagaimana menyelesaikan pekerjaan rumah: memperbaiki tata kelola wilayah hutan dan gambut. "Kita harus mengakui masyarakat yang tinggal di dalam hutan sebagai pemegang hak atas hutan, sehingga mereka juga harus ikut terlibat dan bertanggung jawab mengelola sumber daya tersebut secara berkelanjutan," katanya.

Kepala Badan Pengelola REDD+ Heru Prasetyo menambahkan, pihaknya berkewajiban melindungi dan mendorong peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat adat melalui mekanisme REDD+.

Heru melanjutkan, sembilan menteri dan pejabat yang menandatangani deklarasi menyepakati sejumlah hal. Pertama, mendorong terwujudnya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

Kedua, mendorong penetapan peraturan daerah untuk pendataan keberadaan masyarakat adat beserta wilayahnya. Ketiga, mengupayakan penyelesaian konflik terkait dengan keberadaan masyarakat hukum adat. Keempat, melaksanakan pemetaan dan penataan tanah yang terintegrasi dan berkeadilan. Kelima, memperkuat kapasitas kelembagaan dan kewenangan berbagai pihak. Terakhir, mendukung pelaksanaan program REDD+ sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan partisipasi masyarakat hukum adat. (Baca: Program REDD Sudah Dilindungi dari Praktek Korupsi)

"Program nasional ini akan dilengkapi dengan sejumlah rencana aksi yang tidak saja dijalankan oleh sembilan kementerian dan lembaga, juga oleh seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan upaya meningkatkan peran masyarakat hukum adat," kata Heru.

Abdon Nababan mengakui program nasional ini menjadi titik baru yang menyegarkan bagi masyarakat adat untuk terus melanjutkan perjuangan. "Sekaligus menjadi refleksi bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam mengelola sumber daya alam sesuai kearifan lokal," ujarnya.

UNTUNG WIDYANTO







Berita Terpopuler:
'Tangan Saya Dipaksa Pegang Kelaminnya'
Pilot Garuda Indonesia Meninggal di Pesawat
Jokowi Dibilang Sinting, 'Gol Bunuh Diri' Prabowo, sampai Kain Ihram







Advertising
Advertising

Berita terkait

Hari Bumi 22 April, Ford Foundation Ingatkan Soal Keadilan Tata Kelola Tanah Adat

9 hari lalu

Hari Bumi 22 April, Ford Foundation Ingatkan Soal Keadilan Tata Kelola Tanah Adat

Ford Foundation menilai Hari Bumi bisa menjadi momentum untuk mengingatkan pentingnya peran komunitas adat untuk alam.

Baca Selengkapnya

Ketua Adat Sorbatua Siallagan Ditangkap Polda Sumut Atas Laporan Toba Pulp Lestari

34 hari lalu

Ketua Adat Sorbatua Siallagan Ditangkap Polda Sumut Atas Laporan Toba Pulp Lestari

Sorbatua Siallagan gencar melawan upaya pencaplokan Toba Pulp Lestari. Ia dilaporkan karena menduduki kawasan hutan di area konsesi PT TPL.

Baca Selengkapnya

2 Ketua Adat Ini Ditangkap Polisi karena Mempertahankan Lahan

35 hari lalu

2 Ketua Adat Ini Ditangkap Polisi karena Mempertahankan Lahan

Ketua adat Dolok Parmonangan Sorbatua Siallagan berurusan dengan polisi, karena mempertahankan tanah warisan leluhurnya

Baca Selengkapnya

Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

36 hari lalu

Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

Sinarmas dan RGE disebut di antara korporasi penerima dana kredit dari Uni Eropa itu dalam laporan EU Bankrolling Ecosystem Destruction.

Baca Selengkapnya

Ombudsman Minta OIKN Hati-hati di Pembebasan Lahan Warga Kawasan IKN

38 hari lalu

Ombudsman Minta OIKN Hati-hati di Pembebasan Lahan Warga Kawasan IKN

Ombudsman meminta Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) hati-hati dalam pembebasan lahan warga di kawasan IKN.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi akan Resmikan Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Pasca Kena Gempa 2018, Polemik Pembangunan IKN Terakhir Dugaan Penggusuran Masyarakat Adat

39 hari lalu

Terkini: Jokowi akan Resmikan Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Pasca Kena Gempa 2018, Polemik Pembangunan IKN Terakhir Dugaan Penggusuran Masyarakat Adat

Dalam waktu dekat Presiden Jokowi bakal meresmikan Bandara Mutiara Sis Al-Jufri, Palu, setelah direkonstrasi usai terdampak Gempa Palu pada 2018.

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR hingga Amnesty International Soal Rencana Penggusuran Warga Pemaluan demi IKN

43 hari lalu

Reaksi DPR hingga Amnesty International Soal Rencana Penggusuran Warga Pemaluan demi IKN

Anggota DPR mengingatkan jangan sampai IKN membuat warga setempat jadi seperti masyarakat adat di negara lain yang terpinggirkan.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

43 hari lalu

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.

Baca Selengkapnya

Pakar Sosiologi Unair Tekankan Dialog Hukum Adat dan Negara untuk Selesaikan Konflik Masyarakat Adat-IKN

43 hari lalu

Pakar Sosiologi Unair Tekankan Dialog Hukum Adat dan Negara untuk Selesaikan Konflik Masyarakat Adat-IKN

Dialog, komitmen, dan simpati dari pihak IKN terhadap masyarakat lokal dinilai belum terwujud.

Baca Selengkapnya

BRWA: Wilayah Adat Teregistrasi Seluas 28,2 Juta Hektare, tapi Hanya 13,8 Persen

43 hari lalu

BRWA: Wilayah Adat Teregistrasi Seluas 28,2 Juta Hektare, tapi Hanya 13,8 Persen

Ancaman terhadap masyarakat adat dan wilayah adat berpotensi masih terus berlangsung.

Baca Selengkapnya