Cendekiawan NU Ingatkan Multitafsir Darurat Aborsi
Editor
Agus Supriyanto
Senin, 18 Agustus 2014 17:07 WIB
TEMPO.CO, Jombang - Cendekiawan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan, Zahrul Azhar, mendukung kebijakan aborsi yang dilegalkan pemerintah dengan sekian syarat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Namun Zahrul, yang akrab disapa Gus Hans, mengingatkan makna “kedaruratan” dalam aborsi yang bisa jadi multitafsir.
“Aturan itu sudah bagus karena ada batasan-batasan, tapi mungkin nilai kedaruratan itu yang harus diperjelas,” kata Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Wilayah NU Jawa Timur ini, Senin, 18 Agustus 2014.
Menurut staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, ini, nilai kedaruratan yang ditentukan oleh dokter ahli di bidangnya bisa saja berbeda-beda. “Diagnosis dokter bisa jadi berbeda-beda, mungkin ada kepentingan-kepentingan tertentu,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah memberikan pemahaman yang jelas tentang arti kedaruratan dalam aborsi. Jangan sampai ada perilaku tidak benar yang berlindung di balik aturan ini.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Komisariat Mojokerto M. Nuruddin Akbar menuturkan kalangan dokter kandungan selama ini melakukan tindakan aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibu.
“Jika ada sesuatu yang mengancam jiwa ibu, kami pertimbangkan aborsi dengan syarat ada second opinion dari ahli dan dikonsultasikan dengan dokter terkait (yang terkait dengan penyakit penyerta pada ibu),” kata dokter yang akrab disapa Akbar ini.
Menurut Akbar, pihaknya belum pernah menangani aborsi pada wanita korban pemerkosaan. “Pernah ada kasus pemerkosaan dan sudah hamil 7 minggu, ya, diteruskan. Kami lebih pada menghargai kehidupan,” ujarnya.
Ia juga belum berani menerapkan aborsi untuk korban pemerkosaan, sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Sebab, tutur dia, belum ada petunjuk pelaksanaan dan prosedur resmi ihwal itu. Misalnya, apakah perlu ada bukti dari kepolisian kalau yang bersangkutan merupakan korban pemerkosaan.
ISHOMUDDIN
Terpopuler
Tolak Baiat ISIS, 700 Warga Sheitat Dipenggal
Amerika Diguncang Kerusuhan Berbau Rasis
Cara Kristiani Tangkal ISIS di Media Sosial