TEMPO Interaktif, Jakarta:Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak merekomendasi penggunaan suntikan mematikan bagi terpidana hukuman mati. Ketua IDI Fahmi Idris menegaskan hal itu di sela-sela seminar nasional bertajuk “Risiko Tuntutan Hukum Perdata dan Pidana Dalam Praktik Kedokteran”, Selasa (19/4). "Kami tidak merekomendasi jenis hukuman apapun, kami hanya menggambarkan fatwa dari ikatan kedokteran internasional," ujar Fahmi. Menurut dia, sesuai fatwa World Medical Association (WMA), di masa mendatang pelaksanaan hukuman mati akan dilakukan dengan penggunaan suntikan mematikan. "Sebagai IDI, kami terikat pula oleh fatwa itu. Ini yang sedang menjadi wacana di dunia kedokteran," ujarnya. Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung akan membentuk Kelompok kerja mengenai perubahan tata cara pelaksanaan hukuman mati dari hukuman tembak menjadi menggunakan jarum suntik. Pokja yang dikoordinir Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi ini akan melibatkan Mahkamah Agung, Departemen Hukum dan HAM, Departemen Kesehatan, Kepolisian RI, dan IDI. Sejauh ini, menurut Fahmi, pembicaraan mengenai perubahan pelaksanaan hukuman mati masih belum mengalami perkembangan berarti. "Kami masih dalam tahap awal sekali," ujarnya. Kalau pun nantinya pelaksanaan hukuman mati itu disepakati melalui jarum suntik, eksekutornya bukan tenaga medis, tapi pihak kejaksaan. "Kami malah sama sekali diharamkan untuk terlibat dalam proses eksekusi itu," kata Fahmi. IDI, lanjut dia, tidak dalam posisi untuk membantu memberi pelatihan terhadap tenaga pelaksana hukuman mati model ini. "Saya kira ini tidak akan terlalu sulit," ujar Fahmi lagi. Rinaldi D Gultom