Narapidana kasus korupsi, M Nazaruddin, usai mencoblos pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di penjara khusus koruptor Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu 9 Juli 2014. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan vonis yang diterima para koruptor di Indonesia masih terlalu ringan. Berdasarkan analisis lembaganya, Emerson mengatakan, selama periode Januari-Juni 2014, koruptor rata-rata dikenai hukuman penjara 2 tahun 9 bulan.
"Bagaimana para koruptor dapat efek jera kalau hukumannya ringan begini?" kata Emerson dalam perilisan laporan lembaganya atas jumlah vonis para koruptor selama semester pertama 2014, Ahad, 3 Agustus 2014.
Emerson mengatakan hakim sering menjatuhkan vonis yang jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Menurut Emerson, seharusnya hakim mengambil rekomendasi jaksa atau malah menjatuhkan hukuman di atas tuntutan jaksa.
"Korupsi ini merupakan pelanggaran hukum luar biasa. Jangan sampai publik melihat korupsi adalah pelanggaran ringan karena vonis hukumannya yang singkat," kata Emerson. Baca: Abraham Sebut Koruptor Tidak Layak Dapat Remisi)
Berdasarkan laporan ICW, pada semester pertama 2014, tren hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor jauh dari harapan. Dari 261 terdakwa, sebanyak 193 mendapat vonis hukuman penjara ringan (di bawah 4 tahun). Lalu 44 terdakwa mendapat vonis hukuman sedang (4-10 tahun). Empat terdakwa mendapat vonis hukuman berat (di atas 10 tahun). Sisanya, 20 terdakwa divonis bebas.
"Ini mengecewakan. Harusnya hakim tak main-main dalam menjatuhkan vonis," kata Emerson.
Emerson melanjutkan, terdakwa koruptor yang dihukum pun masih berkesempatan mendapat remisi atau potongan masa tahanan, sehingga hukumannya semakin berkurang. Hal ini, kata Emerson, dapat menyebabkan individu lain tak takut melakukan korupsi. (Baca: Dapat Remisi Lagi, Gayus: No Comment )
Menurut Emerson, vonis yang ringan juga dapat menimbulkan stigma masyarakat bahwa kasus korupsi lebih ringan daripada pencurian biasa. Padahal, dampak korupsi jauh lebih luas dan lebih banyak merugikan rakyat.