Terdakwa suap pengurusan sengketa sejumlah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang juga Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar jalani sidang dalam agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, (14/4). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap penanganan sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, hari ini, Senin, 16 Juni 2014, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ketika ditanya oleh hakim Suwidya tentang kesiapannya menghadapi sidang tuntutan, Akil mengatakan siap. Sidang pun dimulai pada pukul 10 pagi. Sebelum tuntutan dibacakan oleh jaksa, Akil sempat meminta tuntutan tak dibacakan.
"Sebaiknya tuntutan tidak dibacakan langsung amarnya. Di media sudah disebut saya dituntut seumur hidup. Itu mengabaikan sistem peradilan yang berjalan," kata Akil ketika persidangan. (Baca: Akil: Saya Siap Dihukum Mati )
Pasal 12 C mengancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar bagi hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, akan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud 1. Pidana itu adalah penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Dalam kasus ini, Akil Mochtar dituntut atas perbuatannya menerima suap saat menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. Suap itu diduga terkait dengan pengurusan sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah, seperti pemilukada Provinsi Banten; Kabupaten Empat Lawang; Kota Palembang; Kabupaten Tapanuli Tengah; Kabupaten Lampung Selatan; Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara; Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara; dan Jawa Timur.
Selain suap, Akil telah didakwa pasal tindak pidana pencucian uang. Perusahaan milik istrinya, Ratu Rita, yakni CV Ratu Samagat, diduga kuat menjadi tempat Akil menyembunyikan hasil kejahatannya.