MK Keliru Hapus Kewenangan Adili Sengketa Pilkada  

Reporter

Selasa, 20 Mei 2014 08:21 WIB

Atut Chosiyah Chasan sebelum menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, (6/5). Atut didakwa dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada Lebak, Banten. TEMPO/Eko Siswono

TEMPO.CO , Jakarta - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang melepaskan kewenangan mengadili sengketa pemilu kepala daerah adalah tidak tepat. Menurut dia, kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada sudah sesuai dengan konstitusi.

"Karena yang dimaksud dengan pemilu pada Undang-Undang Dasar itu ya melingkupi pemilihan kepala daerah," ujar Refly, saat dihubungi, Senin, 19 Mei 2014. "Apalagi instrumennya juga sama, yakni Komisi Pemilihan Umum yang melingkupi daerah menjadi KPUD." (Baca: MK Tak Lagi Tangani Sengketa Pilkada)

Dengan wewenang mengadili sengketa pilkada, Mahkamah secara langsung juga sudah menjaga konstitusi. Rujukannya, kata Refly, adalah Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar.

"Dijelaskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tugas MK adalah untuk menjamin pelaksanaan pemilu sesuai Pasal 22E ayat (1) itu," ujarnya. "Sehingga kalau ditemukan pemilu tidak luber dan tidak jurdil, maka di situlah MK bisa bertindak melindungi konstitusi," ujarnya.

Refly menganggap penyelesaian sengketa pilkada di MK memang tidak dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Pelaksanaan penyelesaian sengketa pilkada di MK saat ini seperti penanganan sengketa di pengadilan biasa yang langsung pada pokok permasalahan yang disengketakan. (Baca:MK: Hasil Sengketa Pilkada Jatim Tak Bisa Direvisi)

Seharusnya, kata Refly, MK hanya mengecek sengketa itu dari penjelasan para penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu. "Bukan lantas pokok perkaranya yang dijadikan keutamaan dalam pelaksanaan sidang."

Mantan staf ahli hukum di Mahkamah Konstitusi ini menilai cara yang efektif adalah mengembalikan semua sengketa pilkada ke Mahkamah Agung. Dia juga menafsirkan pembentukan Undang-Undang pengganti yang dilontarkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva semata hanya untuk mencari landasan hukum agar penanganan penyelesaian sengketa pilkada kembali ke Mahkamah Agung.

Menurut Refly, jika ingin dibentuk sebuah pengadilan khusus pemilu, maka tetap harus di bawah naungan MA. Musababnya, kata Refly, hal itu tidak bisa dipisahkan. "Kalau mau dibuat lembaga peradilan pemilu di luar itu, kita harus mengubah konstitusi."

REZA ADITYA

Terpopuler:
Jadi Cawapres, Ini Daftar Kebijakan Kontroversi JK

Profil Wisnu Tjandra, Bos Artha Graha yang Hilang

Akbar: Rapat Pimpinan Nasional Golkar Aneh

Inanike, Pramugari Garuda yang Salat di Pesawat









Berita terkait

Kuasa Hukum KPU Disebut Jadi Ahli Anwar Usman di PTUN, Perludem Sebut Ada Potensi Konflik Kepentingan

11 jam lalu

Kuasa Hukum KPU Disebut Jadi Ahli Anwar Usman di PTUN, Perludem Sebut Ada Potensi Konflik Kepentingan

Perludem menyebut ada potensi konflik kepentingan karena kuasa hukum KPU disebut menjadi ahli yang dihadirkan eks Ketua MK Anwar Usman di PTUN.

Baca Selengkapnya

207 Perkara Sengketa Pileg di MK Berpotensi Tidak Diteruskan

13 jam lalu

207 Perkara Sengketa Pileg di MK Berpotensi Tidak Diteruskan

Sebanyak 207 perkara sengketa pileg di MK berpotensi tidak dilanjutkan. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

4 hari lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

4 hari lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

4 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

4 hari lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

4 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

4 hari lalu

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.

Baca Selengkapnya

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

4 hari lalu

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

5 hari lalu

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

Dalam Revisi UU Kementerian Negara, tim ahli mengusulkan agar jumlah kementerian negara ditetapkan sesuai kebutuhan presiden.

Baca Selengkapnya