Korban Peristiwa 1965 Gugat Lima Presiden

Reporter

Editor

Kamis, 10 Maret 2005 04:14 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Korban peristiwa Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI) dan keluarganya menggugat pemerintah dan empat bekas presiden ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, gugatan juga ditujukan kepada Soeharto, B.J. Habibie, Megawati Soekarnoputri, dan Abdurrahman Wahid.Gugatan perwakilan kelompok itu kemarin didaftarkan oleh pengacara dari LBH Jakarta. Para korban mengaku mewakili 20 juta orang. Termasuk di antara penggugat adalah Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang pernah dipenjarakan Orde Baru karena terlibat Lekra.Panitera Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menerima pendaftaran perkara itu mengatakan, gugatan itu didaftarkan sekitar pukul 11.00 WIB. Gugatan Nomor 75/PDT.G.BT/2005/PN.JKT.PST itu didaftarkan dua pengacara LBH Jakarta yang mewakili para korban. Gatot, salah seorang pengacara, mengatakan bahwa pemerintah dan para mantan presiden digugat karena dianggap telah menjalankan kebijakan diskriminatif kepada para korban. Ketidakadilan itu, menurut dia, dilakukan dengan cara-cara represif, seperti membunuh, menangkap, menyiksa, dan memenjarakan orang-orang yang diduga terlibat PKI.Pemerintah Soeharto, kata Gatot, dianggap melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang diduga terlibat G-30-S/PKI di instansi pemerintah dan swasta. Ini bahkan dituangkan dalam undang-undang. "Pemberhentian dan pembersihan itu dilakukan secara paksa," kata dia.Akibat kebijakan Soeharto itu, menurut dia, para korban mendapat stigma negatif di masyarakat. Mereka kehilangan pekerjaan, tidak dapat melanjutkan pendidikan, dirampas harta bendanya, serta dikekang kebebasan berekspresinya. Setelah kekuasaan Soeharto jatuh, kata Gatot, kebijakan yang diskriminatif itu tetap dilakukan pemerintah selanjutnya. Menurut dia, Presiden Habibie waktu itu tidak melakukan perlindungan dan pemenuhan hak asasi, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Padahal, kata dia, UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 menyatakan adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara. Ketika masa Habibie berakhir, DPR dan Mahkamah Agung pada 2003 telah memberikan saran dan pertimbangan agar pemerintah Presiden Megawati merehabilitasi hak-hak korban. Para korban pun telah memperingatkan Megawati, kemudian juga kepada Yudhoyono, melalui surat somasi menindaklanjuti saran itu.Namun, empat surat somasi yang dilayangkan tidak pernah dijawab. Mereka menganggap pemerintah tak beritikad baik mengembalikan hak korban. "Pemerintah dan Presiden Megawati telah lalai melaksanakan tugasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan," kata dia.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, Wahid, dan Habibie juga dinilai para korban telah melanggar UU Nomor 39/1999 tentang HAM. Para korban menganggap keempat pemerintahan itu masih memelihara dan menerapkan kebijakan yang diskriminatif.Gatot mencontohkan, belum dicabutnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 16/1990 tentang penelitian khusus bagi pegawai negeri dan Keppres Nomor 28/1975 tentang perlakuan terhadap mereka yang terlibat G-30-S/PKI. Peraturan itu mengharuskan adanya surat keterangan yang menyatakan bebas terlibat organisasi terlarang atau PKI. "Kebijakan ini bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.Dalam gugatannya, para korban menuntut pemerintah agar membayar ganti rugi, baik materiil maupun imateriil, secara tunai. Ganti rugi materiil yang diminta berkisar Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar per orang dan imateriil Rp 10 miliar. Terhadap gugatan itu, Wakil Sekjen DPP PDIP Pramono Anung mengatakan, gugatan itu salah alamat. Megawati, kata dia, menghormati hak asasi setiap orang, termasuk hak sosial dan hak politik para korban peristiwa itu. Sebagai buktinya, ia mengatakan, ada anak anggota PKI yang diangkat menjadi kader dan pengurus PDIP. "Jadi Ibu Mega tidak pernah mempersoalkan hal itu (G-30-S/PKI)," ujarnya.Addie Massardi, juru bicara Presiden Wahid, mengatakan bahwa keinginan pemerintah untuk menghapus kebijakan yang diskriminatif itu sudah ada, tapi upaya-upaya itu terhambat. "Dukungan politik dari parlemen masih kurang," kata dia. Ia menyatakan tidak jadi masalah jika gugatan itu diajukan. Edy Can-Tempo

Berita terkait

Digugat Soal Polusi Udara Jakarta, Anies Sindir Para Penggugat

5 Juli 2019

Digugat Soal Polusi Udara Jakarta, Anies Sindir Para Penggugat

Anies menyatakan para penggugat polusi udara Jakarta juga berkontribusi pada penurunan kualitas udara ibu kota jika masih naik kendaaan pribadi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kembali Menang atas Gugatan Arbitrase Churchill Mining

25 Maret 2019

Indonesia Kembali Menang atas Gugatan Arbitrase Churchill Mining

Di tahun 2016, sebenarnya Pemerintah Indonesia sudah memenangi gugatan tersebut.

Baca Selengkapnya

Jokowi Divonis Bersalah di Kasus Karhutla, Walhi Beberkan Fakta

25 Agustus 2018

Jokowi Divonis Bersalah di Kasus Karhutla, Walhi Beberkan Fakta

Walhi menanggapi keputusan pengadilan tinggi Palangkaraya yang memvonis Jokowi bersalah dalam kasus kebakaran hutan dengan membeberkan sejumlah fakta.

Baca Selengkapnya

Alasan PBHI Bakal Gugat SK Pengangkatan Oesman Sapta ke PTUN

7 Mei 2017

Alasan PBHI Bakal Gugat SK Pengangkatan Oesman Sapta ke PTUN

Julius mengatakan pelanggaran surat pengangkatan Ketua DPD tak hanya berdampak pada DPD tapi juga publik.

Baca Selengkapnya

Liga Mahasiswa Puji Sikap Pemerintah Hadapi Gugatan Freeport  

22 Februari 2017

Liga Mahasiswa Puji Sikap Pemerintah Hadapi Gugatan Freeport  

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi mengapresiasi sikap pemerintah menanggapi PT Freeport Indonesia yang akan menggugat ke pengadilan arbitrase.

Baca Selengkapnya

Parmusi Gugat Jokowi Soal Pengaktifan Kembali Gubernur Ahok

20 Februari 2017

Parmusi Gugat Jokowi Soal Pengaktifan Kembali Gubernur Ahok

Gugatan ke PTUN ini terkait dengan aktifnya kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta padahal berstatus terdakwa penistaan agama.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Ahok Digugat Anak Buah yang Dicopot

13 Februari 2017

Ini Alasan Ahok Digugat Anak Buah yang Dicopot

Menurut Agus Suradika, salah satu pertimbangan pencopotan Agus Bambang yakni penyalahgunaan wewenang dalam hal keuangan.

Baca Selengkapnya

Indonesia Menang atas Gugatan Arbitrase Churchill Mining

8 Desember 2016

Indonesia Menang atas Gugatan Arbitrase Churchill Mining

Sidang putusan yang berlangsung pada Selasa, 6 Desember 2016, waktu setempat itu, menolak segala tuntutan Churchill terhadap pemerintah Indonesia.

Baca Selengkapnya

PTUN DKI Jakarta Tolak Gugatan Panitia Festival Belok Kiri  

10 November 2016

PTUN DKI Jakarta Tolak Gugatan Panitia Festival Belok Kiri  

PTUN DKI Jakarta memutuskan menolak gugatan panitia Festival Belok Kiri melawan Unit Pengelola Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.

Baca Selengkapnya

Gugat BPN, Abdi Dalem Keraton Bawa Kepala Sapi Saat Sidang

13 September 2016

Gugat BPN, Abdi Dalem Keraton Bawa Kepala Sapi Saat Sidang

Seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta, Ki Lurah Sastro Mangun Darsono, 66 tahun, mendatangi Pengadilan Negeri Sleman sambil membawa kepala sapi.

Baca Selengkapnya