Siswa MTs Diperkosa, Ini Kejanggalan Penyidikan
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 22 April 2014 12:01 WIB
TEMPO.CO, Padang - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pergerakan Indonesia mengutuk perbuatan pelaku yang terlibat penculikan, penyekapan dan pemerkosaan serta kekerasan terhadap siswi di satu MTs di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
"Hal ini mengakibatkan korban trauma berat," ujar kuasa hukum korban dari LBH Pergerakan, Guntur Abdurrahman, Senin, 21 April 2014.
Menurut Guntur, pihak Kepolisian harus profesional dalam mengungkap kasus ini secara tuntas serta segera memburu dan menangkap pelaku lainnya. Hingga hari ini, Selasa, 22 April 2014, baru satu orang pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. "Padahal, kasus ini melibatkan banyak orang," ujarnya. (Baca: Siswi MTs Disekap Empat Hari dan Diperkosa)
LBH Pergerakan menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Misalnya, saat ditemukannya korban di satu rumah kos di kawasan Danguang-danguan Kabupaten Limapuluh Kota pada 22 Maret 2014, polisi tidak menangkap dan menahan yang diduga sebagai pelaku yang berada di sana saat itu. "Saat itu ada tiga orang yang diduga pelaku. Tapi polisi malah melepaskan mereka," ujarnya.
Kata Guntur, kejanggalan juga terlihat saat polisi mengungsikan korban ke lokasi yang jauh dari pemukiman masyarakat. Padahal, kondisi korban saat itu sangat memprihatikan dan harus segera mendapatkan pemeriksaan dan perawatan. "Selama dua hari korban di sana bersama orang tua dan dari pihak Kepolisian," ujarnya.
<!--more-->
Lalu pada 24 Maret 2014, keluarga meminta ke Kepolisian Sektor Guguk untuk segera mengambil tindakan medis terhadap korban untuk kepentingan penyidikan (visum). Namun, kata Guntur, tak ada respon.
Lima hari setelah itu, dari hasil investigasi LBH Pergerakan, diketahui pihak Kepolisian membersihkan TKP dengan membakar beberapa benda. Padahal, penyidikan belum selesai. "Apapun benda yang berada di TKP tidak boleh dibersihkan sebelum penyidikan kasus ini selesai. Sehelai rambut pun di lokasi tak boleh dibakar. Ini untuk kepentingan kelanjutan penyidikan kasus ini," ujarnya.
Guntur mengaku juga ada kejanggalan terkait komentar Kapolres Limapuluh Kota di beberapa media massa. Kapolres menyebutkan dari hasil visum tak ada indikasi kekerasan terhadap korban.
"Saat kita tanya ke penyidik pada 16 April 2014 lalu, seorang penyidik Polres mengatakan dari hasil visum diketahui korban mengalami memar dan luka di beberapa bagian tubuhnya. Juga ditemukan luka sobek di alat kelamin korban," ujarnya.
<!--more-->
Menurut Guntur, dari tindakan-tindakan Kepolisian tersebut, terlihat bahwa polisi tidak profesional dalam menangani kasus ini dan telah bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Kapolri harus memberikan sanksi tegas terhadap oknum jajarannya yang telah bertindak menyalahi aturan hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Resor Limapuluh Kota Ajun Komisaris Besar Polisi Cucuk Trihono membantah adanya pemusnahan barang bukti. "Barang bukti berupa pakaian, kasur, dan sepeda motor ada di sini (Polres). Tak benar dimusnahkan," ujarnya kepada Tempo.
Menurut Cucuk, pihaknya mendapatkan informasi ada anak yang tidak pulang pada 18 Maret 2014. Lalu dilakukan pencarian hingga ditemukan pada Sabtu, 22 April 2014, di sebuah rumah kos. Polres, kata dia, sudah menetapkan satu orang tersangka bernisial AR, 21 tahun. Tersangka menyerahkan diri diantar orang tuanya ke Polsek Guguk pada Senin, 24 Maret 2014. "Saat ini proses hukumnya masih berjalan. Laporan yang kita terima, ini kasus melarikan anak di bawah umur, bukan pemerkosaan,"ujarnya.
Cucuk juga mengaku dari hasil visum tidak ditemukan adanya tanda pemerkosaan dan kekerasan pada korban. "Dari keterangan sebanyak 12 saksi dan tersangka, juga tidak ada mengarah ke pemerkosaan dan kekerasan," ujarnya.
ANDRI EL FARUQI
Terpopuler:
Ini Sejarah JIS di Indonesia
Pelecehan Seksual di JIS Disorot Media Asing
KPK Tetapkan Hadi Poernomo sebagai Tersangka