Walfrida Soik, tenaga kerja Indonesia yang terancam hukuman mati, menuju sidang pengadilan di Mahkamah Tinggi Kota Bharu, Kelantan, Malaysia, (17/11). (Istimewa)
TEMPO.CO, Jakart - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah meminta Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto tak mengklaim bebasnya Wilfrida Soik karena hasil kerjanya sendiri. Menurut dia, bebasnya buruh migran Indonesia di Malaysia itu dari ancaman hukuman mati merupakan hasil kerja banyak pihak.
"Migrant Care sudah ikut mengawal sejak empat tahun. Ada pula KBRI dan masyarakat luas yang mendorong pemerintah untuk mengupayakan pembebasannya," katanya saat dihubungi, Senin, 7 April 2014. (Baca: Ini Alasan Hakim Malaysia Bebaskan Walfrida)
Migrant Care, kata dia, tak pernah absen untuk menemani Wilfrida dalam sidang sejak 2010. Mereka pun mendorong agar KBRI menyiapkan pengacara dan penerjemah untuk TKI asal Atambua, Nusa Tenggara Timur, itu. Mereka berupaya meyakinkan bahwa Wilfrida masih tergolong anak-anak saat peristiwa pembunuhan terjadi dan merupakan korban perdagangan manusia. Kerja keras ini pun didukung oleh masyarakat luas melalui sosial media.
Wilfrida dituduh membunuh majikannya pada 7 Desember 2010. Buruh migran itu bekerja pada Yeoh Meng Tatt untuk menjaga orang tuanya, Yeap Seok Pen, 60 tahun, yang mengidap penyakit parkinson.
Dalam pengakuannya, Wilfrida merasa jengkel karena sering dimarahi dan diperlakukan secara kasar oleh majikan. Ia kemudian ditahan di Penjara Pangkalan Chepa, Kota Bharu, Kelantan, sebagai tersangka dan dituntut berdasarkan Pasal 302 Kanun Keseksaan (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Malaysia) dengan ancaman hukuman mati.
Senin, 7 April 2014, pengadilan akhirnya memutuskan untuk membebaskan Wilfrida. "Alhamdulillah, Wilfrida sudah bebas. Terima kasih atas dukungan doa seluruh rakyat Indonesia. Karena tanpa dukungan doa dari seluruh rakyat, mustahil hal ini terjadi," kata Prabowo.