'Beras Miskin' Dimainkan Kartel, KPK Lepas Tangan
Editor
Yosep suprayogi koran
Jumat, 4 April 2014 06:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menduga ada kartel dalam kebijakan beras miskin. Dugaan itu terungkap setelah KPK mengkaji kebijakan tersebut dan menemukan banyak kelemahan dalam program raskin yang telah berlangsung selama 15 tahun itu.
"Kami menemukan ada kesamaan dengan kebijakan sapi," kata Busyro di gedung kantornya, Kamis, 3 April 2014.
Busyro mencontohkan, penyusunan harga pembelian beras tidak transparan dan akuntabel. Dia juga menilai pemberian insentif bagi pengusaha adalah salah. "Memberikan insentif bagi 'pemburu rente' tak tepat sasaran," katanya.
Permasalahan tak hanya itu. Busyro mengungkap fenomena raskin yang malah masuk lagi ke gudang Badan Urusan Logistik lantaran para penerima menjual lagi raskinnya untuk membeli beras dengan kualitas lebih baik.
Maka, KPK meminta program raskin didesain ulang. Alasannya, program itu sudah salah dalam sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga, dan administrasinya (baca: Beras Raskin Dicampur Kerikil).
Padahal, alokasi biaya subsidi yang ditanggung pemerintah selalu meningkat, meskipun pemerintah mengklaim terjadi penurunan jumlah penerima raskin. Pada 2011, dialokasikan Rp 16 triliun untuk 17 juta penerima. Jumlah itu naik pada tahun berikutnya menjadi Rp 19 juta dengan jumlah penerima yang sama.
Pada 2013, alokasinya melonjak Rp 3 triliun, padahal jumlah penerimanya berkurang dua juta, atau alokasi Rp 21 triliun untuk 15 juta penerima.
Kondisi itu jadi lebih buruk lantaran data pemerintah soal siapa yang berhak menerima raskin tak sesuai dengan fakta di lapangan. "Akibatnya, masyarakat miskin tak menerima, malah terjadi sebaliknya," ujar Busyro.
KPK menilai pemerintah daerah juga salah. Sebagian besar pemda tak menanggung biaya transportasi dan ongkos lainnya yang dikeluarkan ketika mendistribusi raskin (baca pula: Staf Bulog Ditangkap Saat Selundupkan 5 Ton Raskin).
Persoalan tak hanya sampai di situ saja. Sebab, kondisi itu tidak didukung sistem pengawasan. "Terlalu banyak pihak yang terlibat, misalnya Tim Koordinasi Raskin yang ada di daerah sampai pusat, tak jelas peran dan tanggung jawabnya. Pencarian anggaran subsidi juga tak lwat mekanisme pemeriksaan," kata Busyro.
Busyro mengatakan kajian KPK terkait dengan kebijakan raskin tak bakal menjadi bahan penyelidikan lembaganya. "Justru yang lebih penting adalah pencegahan korupsinya karena ini masuk salah satu national interest KPK," ujarnya.
Ketika mengumumkan kajian, KPK didampingi tim dari wakil presiden, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Urusan Logistik.
MUHAMAD RIZKI
Terpopuler:
Begini Cara Ahli Jerman Cuci Monas
Ini Cara Jokowi Menggaet Ibu Rumah Tangga
Muhammadiyah Segera Revisi Fatwa Tato Tak Dilarang
Sering Di-bully, Agnes Monica Tetap Cinta Indonesia