Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto bersama Juru Bicara KPK, Johan Budi SP dalam jumpa pers terkait penolakan pelantikan Hambit Bintih di gedung KPK, Jakarta (27/12). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memandang pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tak memberi respon memadai ihwal keberatan komisi antirasuah itu terhadap naskah revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sejak KPK mengirim surat keberatan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR dua pekan lalu, sejauh ini hanya ada surat jawaban dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Baik Presiden Yudhoyono maupun DPR tak kunjung memberi jawaban secara resmi dan menyeluruh.
"KPK sudah melakukan tata krama birokrasi, tetapi tidak mendapatkan respon yang optimal," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam pesan singkatnya pada wartawan, Kamis, 27 Februari 2014.
Ia mengatakan hal itu menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto yang meminta KPK jangan banyak berdiplomasi ke media menolak kedua RUU tersebut.
"Tidak perlu panik dan membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta dan kebenaran untuk merespon suatu proses yang keliru dan materi draft perundangan yang bertentangan dengan filosofi dan politik yang ditetapkan TAP MPR dan menjadi pegangan politik penegakan hukum selama ini," tutur Bambang.
Menurut dia, pemerintah telah menyatakan menerapkan pemerintahan yang terbuka untuk memperkuat tata kelola yang baik alias good governance. Salah satu syaratnya, kata Bambang, setiap perubahan atau pembuatan undang-undang yang menyangkut hidup rakyat banyak haruslah bersifat terbuka dan mengundang partisipasi publik yang luas. Namun, nyatanya KPK tak pernah dilibatkan dalam penyusunan naskah akademik dan perumusan KUHP maupun KUHAP.