Abu Gunung Kelud di Yogyakarta Suburkan Tanah

Reporter

Editor

Raihul Fadjri

Selasa, 25 Februari 2014 18:03 WIB

Seorang petani melihat kondisi tanaman cabai yang tetutup abu di kawasan Seyegan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (15/2). Sejumlah petani khawatir jika tidak segera turun hujan karena abu vulkanik Gunung Kelud yang menyelimuti mengancam tanaman. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kiriman abu dari Gunung Kelud menjadi berkah bagi petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian tim riset Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menemukan, abu Gunung Kelud lebih menyuburkan tanah daripada abu Gunung Merapi. "Bisa menyuburkan tanah tandus dan meningkatkan kualitas pupuk kompos," ujar Wakil Rektor Bidang Akademik UMY, Gunawan Budiyanto, Selasa 25 Februari 2014.

Penyebabnya, kata dia, material abu gunung kelud jauh lebih lembut, dengan diameter 0,002 milimeter. “Sementara abu Letusan Merapi agak kasar karena banyak bercampur pasir,” katanya.

Gunawan menyimpulkan, abu letusan Gunung Kelud di DIY punya kemampuan lebih kuat mengikat air. Gaya Adhesi atau pengikatan air dalam skala tinggi dimiliki abu Kelud yang berukuran halus. "Bukan hanya memiliki nutrisi yang bagus untuk tanah," kata dia.

Pemanfaatan abu ini bisa dipakai untuk mengubah karakter sejumlah tanah tandus di DIY agar memiliki daya ikat ke air lebih kuat. Namun, abu ini tetap tak boleh hanya berada di permukaan tanah karena malah bisa mengeras dan menghalangi air meresap ke tanah. "Tetap harus dicampur dengan lapisan bawah permukaan tanah," kata dia.

Tim riset gabungan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Nutrisi Tanaman UMY menjajal efektivitas abu Kelud ke tanah merah dari Gunung Kidul, tanah pasir dari pesisir Bantul dan tanah berpasir dari kawasan pantai di Kulon Progo. Tanah itu selama ini dimanfaatkan petani untuk menanam melon, semangka dan cabai. "Tapi waktu tanam agak lama karena tanah gampang kering," kata dia.

Dalam kondisi biasa tanah itu hanya bertahan basah selama setengah hari setelah disiram air. Jika adonan tanah dicampur abu Gunung Kelud, daya ikat terhadap air jauh lebih lama. "Bisa dua hari, dua malam," kata Gunawan.

Karena memiliki daya ikat yang baik pada zat cair, abu Kelud yang lembut juga baik untuk memaksimalkan fungsi pupuk kompos. Pencampuran abu dengan kotoran hewan atau bahan organik yang melapuk bisa menghasilkan pupuk kompos berkualitas lebih baik. "Abu Gunung Kelud di DIY lebih baik diarahkan pemanfaatannya untuk memulihkan kesuburan tanah di sejumlah kawasan kering," kata dia.

Pakar kajian tanah dari Fakultas Pertanian UGM, Azwar Maaz pernah mengatakan material halus abu vulkanik, seperti yang menghujani kawasan DIY pasca letusan Gunung Kelud, sebenarnya bahan cepat saji untuk pembentukan tanah yang subur. Tapi, dia mengingatkan, proses penyatuannya dengan tanah butuh waktu lama apabila tanpa campuran lain. "Bisa cepat menyatu dengan tanah apabila dicampur tanah lama, kompos atau pupuk organik," kata dia.

Tim lain, yang bekerja di Laboratorium Mekanika Tanah UMY, juga tengah mempelajari kemungkinan abu Kelud bisa dicampur dengan semen. Tapi, ada dugaan abu kelud memiliki daya susut kembang yang berbeda dengan semen.

Pencampurannya secara asal-asalan bisa memudahkan bangunan konstruksi retak sebab respon keduanya pada peningkatan dan pengurangan suhu berbeda. Gunawan Budiyanto mengatakan riset masih dalam tahap menguji daya susut kembang abu kelud. "Kalau hasilnya memang beda jauh, kami cari cara bagaiamana menyeimbangkannya dengan semen," kata dia.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Berita terkait

KKP dan UGM Sepakati Kerja Sama Bidang Kelautan

57 hari lalu

KKP dan UGM Sepakati Kerja Sama Bidang Kelautan

Kerja sama melibatkan sejumlah fakultas di UGM.

Baca Selengkapnya

Hampir 1.000 Pegawai UGM Terima Penghargaan Purnabakti dan Kesetiaan

18 Januari 2024

Hampir 1.000 Pegawai UGM Terima Penghargaan Purnabakti dan Kesetiaan

Sebanyak 907 dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan Universitas Gadjah Mada atau UGM menerima penghargaan kesetiaan dan purnabakti.

Baca Selengkapnya

5 Sikap UGM Terkait Surat Edaran Larangan LGBT Dekan Fakultas Teknik

29 Desember 2023

5 Sikap UGM Terkait Surat Edaran Larangan LGBT Dekan Fakultas Teknik

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Wening Udasmoro, menegaskan UGM telah memiliki sikap dan posisi yang tegas terkait hal itu.

Baca Selengkapnya

Heboh Beras Plastik, Pakar di UGM Jelaskan Mengapa Nasi Bisa Memantul

11 Oktober 2023

Heboh Beras Plastik, Pakar di UGM Jelaskan Mengapa Nasi Bisa Memantul

Wakil Ketua Pusat Halal UGM Nanung Danar Dono menyebut informasi yang beredar di media sosial terkait peredaran beras plastik adalah hoaks.

Baca Selengkapnya

Tim Bimasakti Racing Team UGM Kembangkan Mobil Formula Hybrid

25 Januari 2023

Tim Bimasakti Racing Team UGM Kembangkan Mobil Formula Hybrid

Tim Bimasakti Racing Team Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dilaporkan telah memulai riset teknologi hybrid untuk mobil formula.

Baca Selengkapnya

Puluhan Mahasiswa UGM Terima Beasiswa Freeport

5 Oktober 2022

Puluhan Mahasiswa UGM Terima Beasiswa Freeport

50 mahasiswa UGM menerima beasiswa untuk satu semester sebesar Rp 5 juta dan 10 mahasiswa asal Papua menerima beasiswa biaya kuliah hingga lulus,

Baca Selengkapnya

Tongkat Pintar Untuk Lansia dan Tunanetra Karya Mahasiswa UGM

16 September 2022

Tongkat Pintar Untuk Lansia dan Tunanetra Karya Mahasiswa UGM

pengembangan tongkat pintar UGM bermula dari keinginan tim menciptakan alat sederhana dengan banyak fungsi untuk memudahkan lansia dan tunanetra.

Baca Selengkapnya

Pengamat Teknologi Informasi UGM Sebut Aktivitas Bjorka Hacktivism, Apa Itu?

14 September 2022

Pengamat Teknologi Informasi UGM Sebut Aktivitas Bjorka Hacktivism, Apa Itu?

Pakar Teknologi Informasi UGM menilai apa yang dilakukan Bjorka sinyal kritik pemerintah untuk bebenah diri.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UGM Ciptakan Robot Pendeteksi Kekeroposan Pohon

13 September 2022

Mahasiswa UGM Ciptakan Robot Pendeteksi Kekeroposan Pohon

ekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan prototipe alat pendeteksi kekeroposan pada pohon yang diberi nama G-Ber.

Baca Selengkapnya

Buka Toko Kelontong Sejak Mahasiswa, Granita Alumnus UGM Raup Omset Rp 380 Juta per Bulan

2 September 2022

Buka Toko Kelontong Sejak Mahasiswa, Granita Alumnus UGM Raup Omset Rp 380 Juta per Bulan

Simak kisah Granita, alumnus UGM yang membuka toko kelontong hingga omset puluhan juta.

Baca Selengkapnya