TEMPO.CO, Blitar - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan tumpahan lahar Gunung Kelud akan banyak mengalir ke wilayah Kediri dan Blitar. Perkiraan itu didasarkan pada pengalaman letusan sebelumnya.
“Sehingga di kabupaten itu dibangun saluran-saluran lahar untuk menampung agar tak mengarah ke permukiman penduduk,” kata Kepala Pos Pemantauan Gunung Kelud di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Khoirul Huda, Kamis, 6 Februari 2014. Sejak zaman kolonial telah dibangun sejumlah saluran lahar di kedua wilayah itu untuk menampung material panas.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Blitar Katidjan mengatakan saat ini terdapat sekitar 17 kantong lahar yang dibangun di Kediri dan Blitar. Selain itu, terdapat pula tujuh aliran sungai yang menjadi jalur lahar di kedua daerah tersebut, dengan lima di antaranya mengalir ke kawasan Blitar. Tak aneh jika Blitar lebih terdampak letusan Kelud dibandingkan Kediri.
Berhulu langsung di puncak Kelud, ketujuh aliran sungai itu ditetapkan menjadi zona merah atau bahaya. Masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai diminta berhati-hati saat terjadi aktivitas vulkanik Kelud.
Untuk memastikan keamanan penduduk, pemerintah Blitar akan segera mengecek jalur-jalur lahar itu. Sebab, sejumlah kantong lahar saat ini telah beralih fungsi menjadi permukiman dan kandang peternakan ayam petelur. “Kami juga akan mengeruk sungai agar bisa menampung lahar cukup banyak,” kata Katidjan.
Data BPDB setempat menyebutkan 11 desa di empat kecamatan di wilayah Kabupaten Blitar terdampak letusan Kelud secara langsung. Desa-desa itu tersebar di Kecamatan Nglegok, Gandusari, Garum, dan Pondok dengan jumlah populasi penduduk mencapai 25 ribu jiwa.
Hingga saat ini status Gunung Kelud masih berada pada status waspada (level II). Cuaca di sekitar Gunung Kelud masih diselimuti kabut tebal dengan temperatur udara 20-24 derajat Celsius.