Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto bersama Juru Bicara KPK, Johan Budi SP saat memberikan keterangan dalam jumpa pers terkait penolakan pelantikan Hambit Bintih di gedung KPK, Jakarta (27/12). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan poin-poin krusial dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang kini dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat bisa menghabisi lembaganya. Misalnya, kata dia, penghapusan ketentuan penyelidikan bisa membuat KPK tak lagi bisa memberantas korupsi. "Penyelidikan adalah jantungnya penegakan hukum di KPK," kata Bambang kepada Tempo saat ditemui di gedung kantornya, Selasa, 4 Februari 2014.
Menurut Bambang, semangat pemberantasan korupsi diamanatkan dalam Ketetapan MPR Nomor 8 dengan dasar spiritual pemberantasan itu harus dilakukan dengan tuntas dan tegas. Jika semangat itu diubah, artinya orang yang mengubahnya melawan semangat pemberantasan korupsi. "Kemudian kami bertanya, kalau perubahan ini bukan untuk kemaslahatan, lalu pesanan siapa ini? Adakah kepentingan tertentu yang menjadi dasar revisi-revisi ini?" kata Bambang.
Bambang curiga pembahasan itu tak obyektif. Sebab, para pembahasnya memiliki potensi terjerat KPK sendiri karena sedang berhadapan dengan hukum. Selama ini, kata Bambang, kesan bahwa pembahasan itu dipaksakan memang sangat kentara. Sebab, KPK sebagai pihak terkait tak pernah diundang dalam satu pun pembahasan.
Menurut Bambang, jika RUU itu disahkan, bukan hanya KPK yang kena "hajar." "Menyamakan semua tindak pidana sama dengan tindak pidana umum, ini harus dipertanyakan, UU itu untuk membela siapa? Membela pemberantasan korupsi atau kepentingan koruptor?"
Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panitia Kerja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya dengan 26 orang anggota dari berbagai fraksi. Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK, untuk membahas RUU KUHAP.