Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Empat Lawang, Sumatera Selatan, Budi Antoni Al-Jufri, mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia memenuhi undangan pemeriksaan oleh penyidik KPK terkait dengan kasus dugaan suap di lingkungan Mahkamah Konstitusi. Budi dan istrinya yang bernama Suzana Budi Antoni sebelumnya dikenakan status cegah oleh KPK sehingga tak bisa pergi dari Indonesia.
Budi saat ini sudah ada di lobi gedung KPK, menunggu dipanggil penyidik. Sayangnya, Budi belum sempat dimintai keterangan oleh wartawan. Ketika tiba di halaman gedung KPK, Budi langsung ngacir masuk gedung, menghindari wartawan.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan Budi diperiksa sebagai saksi terkait dengan kasus suap bekas Ketua MK Akil Mochtar. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi. Untuk materi pertanyaan yang akan ditanyakan penyidik itu kami tak tahu," ujar dia saat dihubungi, Selasa, 4 Februari 2014.
Terkait dengan pengurusan sengketa pilkada Empat Lawang dan Palembang, Akil mendapat tambahan satu pasal sangkaan, yakni Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi yang tak dilaporkan ke KPK. Sangkaan baru itu diumumkan juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, pada 24 Januari 2014.
Sebelumnya Akil diduga menerima Rp 3 miliar untuk pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Serta Rp 1 miliar untuk sengketa pilkada Lebak, Banten.
Untuk kasus sengketa pengurusan pilkada Gunung Mas, Akil disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP atau Pasal 6 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Sedangkan dalam kasus pilkada Lebak, Akil disangka dengan Pasal 12 huruf C Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat1 kesatu KUHP atau Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Bekas politikus Partai Golongan Karya itu juga dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.