Anggoro 'Cicak-Buaya', Ini Kasusnya  

Reporter

Editor

Muchamad Nafi

Kamis, 30 Januari 2014 18:43 WIB

Himpunan Indonesia Muda melakukan aksi simpatik penggalangan sejuta tanda tangan untuk mendukung KPK di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/11). Aksi ini sebagai dukungan terhadap dua pimpinan KPK nonaktif Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. TEMPO/Su

TEMPO.CO, Jakarta - Kabar tertangkapnya Aggoro Widjojo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu malam, 29 Januari 2014 mengingatkan perseteruan antara lembaga anti rasuah tersebut dengan polisi. Buron kasus dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan ini sempat memperuncing babak baru perseteruan kedua institusi tersebut yang dikenal dengan Cicak-Buaya.

Majalah Tempo edisi 9 Agustus 2009 melaporkan sebuah pembicaraan penting di Singapura antara Direktur PT Masaro Radiokom ini dengan Antasari Azhar, Ketua KPK ketika itu. Kepada Antasari, Anggoro yang lari dari Indonesia itu meminta Antasari menolong dirinya keluar dari kasus yang tengah menjeratnya. Masaro diduga melakukan kongkalikong dalam proyek Sistem Radio Komunikasi dan Radio Terpadu Departemen Kehutanan, yang membuat negara rugi Rp 13 miliar.

Dalam pembicaraan itu, Anggoro menyampaikan pengakuan yang bisa jadi tak diduga Antasari: Ia telah memberikan uang kepada Direktur Penindakan KPK Ade Rahardja, dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan, Mochammad Jasin. "Dia mengaku memberikan uang itu kepada kedua orang tersebut di sebuah rumah makan Korea di seputar Kuningan," ujar sumber Tempo. Rumah makan di Kuningan, Jakarta Selatan, itu tak jauh dari kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sumber Tempo tak menerangkan lebih detail soal ini. Rekaman pembicaraan itu, menurut sumber Tempo, kini ada di tangan polisi. "Mabes sedang menyelidiki penyuapan yang diterima pimpinan KPK tersebut," ujarnya. Mabes yang dimaksud adalah Markas Besar Kepolisian RI.

Seorang sumber Tempo yang kerap berhubungan dengan kepolisian memberikan informasi lebih jelas. Sumber ini, seorang praktisi hukum, mengakui rekaman itu memang ada. Rekaman tersebut, ujar sumber ini, diambil dari komputer jinjing milik Antasari saat penyidik Polda Metro Jaya menggeledah ruang kerjanya. Sebelum diambil, rekaman itu diperdengarkan kepada sejumlah pejabat KPK, termasuk Antasari, yang saat itu turut dalam penggeledahan tersebut.

Menurut sumber ini, ada empat orang terlibat dalam percakapan itu. Dua di antaranya diduga merupakan suara Antasari dan suara Anggoro. Dalam rekaman itu, kata sumber, memang disebut Mochammad Jasin dan Ade Rahardja menerima uang dari Anggoro. "Enam itu untuk Pak Ade dan Pak Jasin sama Pak Bambang dan tim penyidik 12 orang," kata sumber itu menirukan ucapan yang disebutnya suara Anggoro.

Mochammad Jasin ketika itu menolak diwawancarai Tempo perihal rekaman yang menyebut dirinya menerima duit itu. "Yang jelas kami berempat (pimpinan KPK) bersih," ujarnya. Adapun Ade Rahardja tak bisa diminta konfirmasi. Ia tak merespons telepon dan pesan singkat yang dikirim Tempo.

Rekaman percakapan Antasari-Anggoro bak menambah "peluru" polisi untuk "menembak" KPK. Dalam beberapa bulan ketika itu hubungan kedua instansi penegak hukum tersebut memanas. Keduanya saling intip untuk "menangkap" petingginya yang dinilai bertindak melanggar hukum.

Hubungan memburuk itu mulai terlihat jelas pada saat kepolisian, Juni tahun itu, memeriksa Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra Hamzah. Chandra diperiksa lantaran, menurut pengakuan Antasari, ia telah menyuruh koleganya itu menyadap telepon genggam milik Rhani Juliani, istri Nasrudin, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran yang tewas ditembak pada 14 Maret lalu. Saat itu santer beredar kabar bahwa Chandra bakal terseret ke dalam kasus kematian Nasrudin. Dia disebut telah melanggar prosedur penyadapan karena menyadap nomor telepon yang belum jelas kasus korupsinya.

Permusuhan antara kepolisian dan KPK makin panas ketika Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Susno Duadji tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang menuduh ada lembaga yang telah sewenang-wenang menyadap telepon genggamnya. "Saya tidak sebut lembaganya, tapi saya tahu telepon saya disadap," ujarnya ketika diwawancarai Tempo pada awal Juli lalu. Saat itu, Susno bahkan mengibaratkan lembaganya dan lembaga yang mencoba-coba mencari kesalahannya itu bagaikan buaya dan cicak (Tempo, 6 Juli 2009). Berita seputar Cicak-Buaya, klik Cicak-Buaya.

MN





Berita Lain:
Hindari Sorotan, Hakim Vica Akan Ditarik ke Pengadilan Tinggi
Airin dan Atut Chosiyah Berebut Jadi Tuan Tanah
Mobil 'Wah' Adik Ratu Atut Ditaksir Rp 30 M
Mobil Berpelat Inisial Airin Ikut Disita KPK
BPPT Perangi Hujan di Jakarta Hari Ini

Advertising
Advertising

Berita terkait

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

10 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

10 jam lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

12 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

13 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

14 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

16 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

20 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

21 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

1 hari lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

1 hari lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya