Nuraini, Sahabat Setia Perempuan Korban Kekerasan  

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Kamis, 30 Januari 2014 17:15 WIB

Nuraini Ariswari, pendamping perempuan korban kekerasan di Wonosobo, Jawa Tengah.

TEMPO.CO, Yogyakarta - Nuraini Ariswari, 57 tahun, melangkahkan kaki ke balai desa di Temanggung. Matahari hampir persis di atas kepala. Hari itu, ia janjian bertemu dengan sejumlah orang untuk memediasi persoalan kekerasan terhadap perempuan. Nuraini hendak menggelar pertemuan yang melibatkan ayah perempuan korban kekerasan, pelaku kekerasan, dan perangkat desa. Balai desa sepi. Hanya seorang perangkat desa yang duduk lesu. Hari itu ia ditemani Sri Sumaryati, relawan pendamping korban kekerasan.

Pertemuan itu gagal berlangsung. Pelaku secara sepihak membatalkan pertemuan tanpa memberitahu. Nuraini meminta Sri Sumaryati menelepon pelaku. Tapi, Sri gagal. Pelaku tidak mengaktifkan telepon selulernya. Sri memindahkan panggilannya ke nomor ponsel ayah korban. Dari ujung telepon ayah korban memberitahu posisi dia masih di Parakan, Temanggung yang berjarak setidaknya 20 kilometer dari balai desa itu.

Setelah menunggu setengah jam, ayah korban tiba di balai desa. Ia mencak-mencak karena pelaku mangkir. Ayah korban bersumpah serapah akan mengeluarkan berapa pun biaya untuk memperkarakan pelaku kekerasan. Kemarahan lelaki itu direspon oleh Nuraini dengan diam. Ia tahu respon yang pas untuk orang marah adalah mendengarkan. Setelah ayah korban selesai mengungkapkan kemarahannya, Nuraini angkat bicara. Ia menyarankan perangkat desa tegas kepada pelaku. “Beri dia sanksi sosial. Dia tidak punya itikad baik,” kata Nuraini di balai desa, Senin, 27 Januari 2014.

Ini sekelumit cerita Nuraini mendampingi perempuan korban kekerasan. Nuraini adalah Direktur Unit Pelayanan Informasi Perempuan dan Anak atau UPIPA Wonosobo. Organisasi non-pemerintah ini menempati kantor di Jalan Sabuk Alu No 36. Nuraini bersama Ketua Gabungan Organisasi Wanita, Siti Nurhidayati Agung Suhadi mendirikan UPIPA Wonosobo pada 21 April 2003. Nuraini waktu itu menjadi ketua panitia peringatan hari Kartini. Ia ingin mengubah kesan peringatan Hari Kartini yang identik dengan lomba memasak, lomba berbusana kebaya dan memakai sanggul.

Dari balai desa di Temanggung, Nuraini menuju ke ujung barat Wonosobo. Di sana ia bertemu korban kekerasan yang tinggal di rumah persinggahan sementara. Ia bersama Sri Sumaryati memberikan konseling kepada korban yang sedang hamil hampir tujuh bulan. Ayah korban juga ikut mendampingi. Mereka bersepakat jika dalam lima hari pelaku kekerasan tidak menunjukkan niat baik, maka mereka akan menempuh jalur hukum. “Lelaki itu menipu saya,” kata korban.

Dari rumah singgah itu, Nuraini dan Sri sudah menjadwalkan bertemu dengan polisi di Kepolisian Resor Wonosobo sore hari. Nuraini hendak melaporkan sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang sedang ditangani UPIPA. Namun, agenda itu batal. Polisi ada kegiatan lain. Nuraini mengalihkan tujuan dari kantor polisi ke kantor UPIPA.

Nuraini setiap hari bekerja di kantor yang berada di pinggir jalan besar itu. UPIPA menempati lahan seluas 300 meter persegi. Kantor bercat putih ini memiliki ruangan konseling dan dua ruang penampungan korban kekerasan. Ayunan bayi, baju untuk perempuan, dan sarung memenuhi satu ruang penampungan. Ada pula kasur. UPIPA juga menyediakan tempat ibadah, dapur, ruang kerja pegawai, dan ruang kerja untuk Nuraini dan bendahara. UPIPA mendapat pinjaman kantor dari Pemerintah Kabupaten Wonosobo.

Poster hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak juga menempel di dinding UPIPA. Kantor ini dikelola oleh 10 orang. Ada yang menjadi konselor dan administrasi kantor. Mereka mendapatkan kucuran dana Rp 20 juta pada 2014 bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Wonosobo. Sebelumnya, UPIPA mendapat alokasi sebesar Rp 50 juta per tahun. Sebagai kerja sukarelawan, Nuraini mendapat honor Rp 750 ribu per bulan. Sedangkan, konselor menerima honor Rp 500 ribu.

Sebagai aktivis, Nuraini miskin fasilitas. Organisasi yang ia pimpin tidak punya mobil operasional. Nuraini dan konselor lain harus menancap gas sepeda motor bebek untuk mendampingi korban dari satu tempat ke tempat lain. Kondisi geografis Wonosobo yang bergunung-gunung adalah sesuatu yang biasa buat Nuraini. “Kami pernah mengadvokasi korban di lereng Gunung Sumbing yang sepeda motor tidak bisa lewat. Jadi harus jalan kaki,” kata dia.

UPIPA, sejak berdiri hingga saat ini, telah menangani lebih dari dua ribu kasus. Tahun lalu, UPIPA menangani 130 kasus. Saat ini, ada belasan kasus yang sedang dikerjakan. UPIPA paling banyak mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, kasus perkosaan, kekerasan, dan perdagangan manusia.

Kasus paling rumit yang pernah ditangani adalah perkosaan anak di bawah umur oleh ayah kandungnya. Perkosaan terjadi sejak anak umur tiga tahun dan kasus itu baru diketahui ketika anak berumur tujuh tahun. Anak ini sekarang berada dalam pengawasan ketat ibunya dan psikolog. Ia mengalami semacam ketagihan seksual.

Nah, persoalan seperti ini menurut Nuraini hanyalah puncak gunung es dari banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Sebab, ada kendala sosial ketika ada kasus. Masyarakat cenderung menutupi persoalan kekerasan karena menganggap itu sebagai aib keluarga.

Nuraini resah dengan masih kuatnya budaya patriarki. Perangkat desa dan polisi belum sensitif terhadap korban kekerasan. Misalnya polisi menggunakan metode penyidikan ketika menanyai korban, bukan menggunakan metode pendampingan.

Nuraini pernah punya pengalaman buruk mengadvokasi kasus kekerasan. Seorang preman pernah mengancam Nuraini di UPIPA. Preman itu membawa sebilah clurit. Nuraini menghadapi orang ini dengan tenang. “Saya ajak duduk dia. Lalu saya ajak bicara pakai metode sok kenal sok dekat,” kata Nuraini. Selain itu, pelaku kekerasan beberapa kali hendak menuntut balik Nuraini dengan pasal pencemaran nama baik setelah ia mengadvokasi korban.

Nuraini juga aktif dalam Forum Komunikasi Umat Beragama atau FKUB Wonosobo. Dalam Unit Pelayanan Informasi Perempuan dan Anak, Nuraini merangkul anggota dari berbagai latar belakang agama yang berbeda. Nuraini penggagas lembaga itu juga Ketua Pengurus Pusat Fathimiyyah Ijabi, organisasi perempuan Islam Syiah. Di UPIPA, ada anggota yang merupakan isteri pendeta yang bernama Ester. Ada pula anggota dari Wanita Katolik Republik Indonesia atau WKRI.

Mereka sekaligus menjadi relawan yang turun langsung mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Misi kami adalah kemanusiaan. Advokasi tidak memandang latar belakang agama,” kata Nuraini.

Toleransi antar-anggota UPIPA terjaga. Nuraini menyatakan ketika Natal tiba, lembaga yang ia gagas meliburkan anggotanya yang beragama Kristen dan Katolik. Begitu juga sebaliknya, ketika umat muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri, anggotanya yang beragama Islam libur.

Nuraini mengatakan ketika Natal tiba, anggota lembaganya yang beragama Islam biasa mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani melalui ponsel. Mereka biasanya bertandang ke rumah umat Kristen dan Katolik dua hari setelah mereka menjalankan ibadah Natal. Ini bentuk silaturahmi yang terjaga setiap tahun. “Saya biasa ucapkan selamat Natal ke bu Ester,” kata dia.

Koordinator Forum Komunikasi Umat Beragama atau FKUB Wonosobo, Haqqi El Anshary, mengatakan kiprah Nuraini luar biasa. Menurut Haqqi, jarang ada perempuan seperti Nuraini mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan. “Ia ibu rumah tangga yang sabar dan konsisten mendampingi korban kekerasan,” kata Haqqi.

Nuraini mengadvokasi korban kekerasan tidak hanya kepada perempuan yang segolongan dengan dia sebagai penganut Islam. Nuraini juga aktif dalam kegiatan afirmasi mendorong peran perempuan terlibat dalam kegiatan publik. “Saya pernah menyaksikan Nuraini gigih mengadvokasi buruh gendong yang dibayar rendah,” kata Haqqi.

Ia mengatakan Nuraini juga perhatian terhadap isu keberagaman. Nuraini yang berjilbab sudah biasa keluar masuk gereja ketika mengadvokasi perempuan korban kekerasan. Haqqi memberi masukan kepada Nuraini agar melahirkan anak muda aktivis perempuan yang bisa mengimbangi dan meneruskan kiprahnya kelak.

SHINTA MAHARANI





Advertising
Advertising

Berita terkait

Politikus Senior PDIP Tumbu Saraswati Tutup Usia

7 hari lalu

Politikus Senior PDIP Tumbu Saraswati Tutup Usia

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan aktivis pro demokrasi, Tumbu Saraswati, wafat di ICU RS Fatmawati Jakarta pada Kamis

Baca Selengkapnya

Istri Anggota TNI Ditahan usai Bongkar Dugaan Perselingkuhan Suami, Perempuan Mahardhika: Darurat Pemahaman Gender

15 hari lalu

Istri Anggota TNI Ditahan usai Bongkar Dugaan Perselingkuhan Suami, Perempuan Mahardhika: Darurat Pemahaman Gender

Perempuan Mahardhika mengatakan, polisi seharusnya melindungi perempuan seperti Anandira, korban perselingkuhan suami yang berani bersuara.

Baca Selengkapnya

Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

42 hari lalu

Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

Beredar video yang memperlihatkan seorang istri diduga disekap di kandang sapi oleh suaminya di Jember, Jawa Timur. Komnas Perempuan buka suara.

Baca Selengkapnya

Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

55 hari lalu

Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

Amanda Manthovani, pengacara 2 korban kekerasan seksual diduga oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif mengaku tak ada perlindungan dari kampus.

Baca Selengkapnya

Komnas Perempuan Minta Polisi Patuhi UU TPKS Saat Usut Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila

3 Maret 2024

Komnas Perempuan Minta Polisi Patuhi UU TPKS Saat Usut Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila

Komnas Perempuan mendorong polisi mematuhi UU TPKS dalam mengusut perkara dugaan kekerasan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila.

Baca Selengkapnya

Dugaan Kekerasan Seksual di Universitas Pancasila , Komnas Perempuan Minta Rektor Tak Laporkan Balik Korban

3 Maret 2024

Dugaan Kekerasan Seksual di Universitas Pancasila , Komnas Perempuan Minta Rektor Tak Laporkan Balik Korban

Komnas Perempuan meminta Rektor Universitas Pancasila tidak melaporkan balik korban dugaan kekerasan seksual.

Baca Selengkapnya

Kasus Pelecehan Seksual Diduga oleh Rektor Universitas Pancasila, Komnas Perempuan Dorong Polisi Gunakan UU TPKS

27 Februari 2024

Kasus Pelecehan Seksual Diduga oleh Rektor Universitas Pancasila, Komnas Perempuan Dorong Polisi Gunakan UU TPKS

"Komnas Perempuan mengapresiasi keberanian perempuan pelapor/korban untuk bersuara."

Baca Selengkapnya

Polisi Mulai Penyelidikan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual yang Dilakukan Pimpinan Universitas Pancasila

24 Februari 2024

Polisi Mulai Penyelidikan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual yang Dilakukan Pimpinan Universitas Pancasila

Polisi sedang menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Rektor Universitas Pancasila di lingkungan kampus.

Baca Selengkapnya

Debat Capres Singgung Isu Perempuan, Perhatikan 15 Bentuk Kekerasan Seksual

7 Februari 2024

Debat Capres Singgung Isu Perempuan, Perhatikan 15 Bentuk Kekerasan Seksual

Anies Baswedan saat debat capres soroti tiga persoalan seputar isu perempuan, yakni soal catcalling, pemenuhan daycare, kekerasan terhadap perempuan.

Baca Selengkapnya

Debat Capres: Anies Baswedan Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan, Catcalling dan Upah Setara Pria dan Wanita

6 Februari 2024

Debat Capres: Anies Baswedan Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan, Catcalling dan Upah Setara Pria dan Wanita

Anies Baswedan soroti persoalan isu perempuan saat debat capres soal catcalling, pemenuhan daycare, kekerasan terhadap perempuan, dan upah setara

Baca Selengkapnya