TEMPO Interaktif, Malang: Sebanyak 165 pengusaha skala besar, menengah dan kecil yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Malang dan Kota Batu (Malang Raya) menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 40 persen. Pengusaha menolak, karena kenaikan ini akan berdampak pada kenaikan biaya produksi sebesar 12,5 persen. ?Kenaikan sebesar ini akan membuat perusahaan kolaps,? kata Sekretaris Apindo Malang Raya, Sugeng Kurniadi. Sugeng Kurniadi mengungkapkan hal tersebut saat berdiskusi dengan para wartawan di Malang, Kamis (6/1). Sugeng menilai rencana kenaikan sebesar 40 persen sangat tidak realistis dan terkesan terburu-buru. Seharusnya, kenaikan harga BBM diterapkan secara bertahap. Untuk tahun ini, kenaikan BBM yang ideal tidak lebih dari angka inflasi nasional yang mencapai sekitar 5 persen. Sugeng yang memimpin PT Cipta Sarana Daya meyakinkan jika pemerintah ngotot menaikkan harga BBM sebesar 40 persen, maka perusahaan akan melakukan efisiensi besar-besaran, baik dalam pembiayaan, rasionalisasi karyawan maupun rasionalisasi upah buruh. ?Bisa jadi upah buruh yang baru naik, akan diturunkan lagi akibat ketidakmampuan keuangan perusahaan.?Perusahaan, ungkap Sugeng, akan melakukan perlawanan jika pemerintah ngotot menaikkan harga BBM. ?Jika tidak melawan, kami akan bangkrut.? Bentuk perlawanan, antara lain, demonstrasi dan menggelar aksi mogok.Selain soal harga BBM, Sugeng juga berkeluh kesah soal masih banyaknya pungutan liar, baik dari oknum dan lembaga pemerintah, militer dan partai politik di Kota Malang. ?Kami sering dimintai sumbangan untuk macam-macam kegiatan, dari ulang tahun, diskusi hingga lomba-lomba,? ujarnya. ?Jika tidak diberi, ada saja yang salah pada perusahaan kami.?Pengeluaran rata-rata setiap perusahaan untuk keperluan pungutan liar tersebut mencapai 7-15 persen dari total penjualan. ?Pungli ini ekonomi biaya tinggi yang sulit dipangkas,? tutur Sugeng. Bibin Bintariadi?Tempo