TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang kariernya menjadi hakim Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar kerap memperberat hukuman pesakitan, terutama koruptor. Karena itu, ia dikenal sebagai malaikat Izrail bagi para penjahat. Bahkan, tersiar kabar bahwa foto Artidjo dikirim ke Banten untuk disantet oleh pihak Misbakhun. Mendengar hal itu, dia malah tertawa geli.
"Kalau main foto itu tingkatannya masih taman kanak-kanak," ujar dia sembari tertawa kecil ketika diwawancarai Tempo pada akhir Desember 2013
Artidjo Alkostar tumbuh besar di Situbondo, Jawa Timur. Meski berasal dari daerah yang terkenal dengan ilmu kebatinannya, ia menyatakan tidak memiliki kekebalan. "Dulu saya memang tinggal di derah carok, tapi saya tidak punya ilmu kebal," kata dia.
Menurut Artidjo, ilmu hitam itu adanya di tempat matahari terbit. Seperti di Sumenep, Madura; Banyuwangi dan Situbondo, Jawa Timur; serta di tempat matahari tenggelam, seperti Banten. "Jadi kalau melacak keluarga saya di Sumenep pun mereka tidak akan berani," ujar dia.
Tapi pengalaman intimidasi secara langsung pernah Artidjo alami. Ketika itu, ia tengah membela kasus anak buah Xanana Gusmao yang menjadi demonstran dalam insiden Santa Cruz. "Saya mau dibunuh. Tapi pembunuhnya salah kamar," kata dia.
Kejadiannya terjadi di Hotel Resende (sekarang Hotel Dili), Timor Timur, sekitar pukul 00.00. Tapi bukan kamar Artidjo yang disambangi, melainkan bilik asistennya kala itu, Najib Bismar. "Bang, Bang Artidjo. Tolong! Saya mau dibunuh," ucap dia meniru teriakan Najib waktu itu. (Baca juga: Begini Cara Hakim Artidjo Memiskinkan Koruptor).