Menteri Agama Suryadharma Ali dimintai keterangan oleh Wartawan seusai menjalani Sarasehan penetapan 1 Syawal 1434 H di gedung Kementerian Agama (Kemenag) RI, Jakarta Pusat (7/8). Pemerintah melalui Kemenag menetapkan 1 Syawal 1434 H jatuh pada besok, hari Kamis 8 Agustus 2013. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan hampir 90-96 persen masyarakat Indonesia menikah di luar hari kerja dan jam kerja petugas pencatat nikah Kantor Urusan Agama. "Jadi, yang menikah di KUA itu ya 10-6 persen saja, sedikit sekali," kata Suryadharma di kompleks parlemen Senayan, Kamis, 12 Desember 2013. (Baca: Pasangan Banyak Memilih Tanggal Unik untuk Menikah).
Menurut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini, masyarakat sudah terbiasa menggelar pernikahan di hari libur. Selain memperhitungkan tamu undangan yang bisa hadir di hari libur, ada hal lain yang jadi pertimbangan masyarakat. Antara lain aspek budaya, kehormatan keluarga, hingga klenik.
"Jadi, ada masyarakat yang mau menikah harus dihitung hari baiknya, tak bisa sembarangan," kata dia. Akibatnya, petugas pencatat nikah di KUA biasa bekerja di luar hari kerja. Jika pun hari kerja, acara pernikahan dilangsungkan di luar jam kerja. Padahal, secara aturan petugas KUA jelas merugi karena tak ada ongkos dinas jika bekerja di luar jam kerja dan hari kerja.
Oleh karena itu, pasangan pengantin tak segan-segan memberikan uang kepada petugas KUA. Bahkan, terkadang masih ditambah dengan berbagai panganan dan oleh-oleh lainnya dari keluarga pengantin. Suryadharma pun menyebut pemberian amplop dan oleh-oleh ini menjadi tradisi dan budaya semua petugas KUA.
Meski begitu, Suryadharma bisa memaklumi anak buahnya mau menerima amplop dan buah tangan tersebut. Sebab, para petugas KUA tak ditanggung duit dari pemerintah. "Masak mereka akan pakai ongkos dari gaji sendiri," kata dia.
Terlebih bagi petugas KUA yang berada di wilayah yang sulit akses transportasinya. Semisal petugas KUA yang bertugas di daerah kepulauan yang memerlukan biaya ekstra untuk menyewa perahu. Begitu juga bagi petugas KUA di daerah pegunungan. Mereka membutuhkan biaya transportasi yang tak murah untuk melewati gunung-gunung.
"Tapi, kalau mereka (petugas KUA) memberikan tarif amplop, ini baru tidak boleh," kata dia. Sebelumnya, petugas pencatat nikah KUA di berbagai wilayah di Indonesia menolak untuk melayani permintaan menikah di luar hari libur dan di luar jam kerja. Para petugas ini bahkan hanya mau melayani urusan pernikahan di KUA. (Baca: Penghulu di Kediri Tak Layani Pernikahan di Masjid).