TEMPO Interaktif, Jakarta: Perdebatan keanggotaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Indonesia kembali menjadi perhatian setelah disahkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Sesuai dengan amanat UU tersebut yang memberikan batas waktu sekitar enam bulan sejak waktu pengesahannya. Anggota Komsi III DPR Beny K Harman mengatakan pembentukan KKR akan menjadi indikator kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ?Karena masalah rekonsiliasi menjadi salah satu agenda dalam program kerja seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu," katanya, pada acara diskusi publik dengan tema "Membahas Masalah Keanggotaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Indonesia" yang diselenggarakan Pusat Kajian Komunikasi Bisnis dan Politik (Puskakom), di Jakarta, Sabtu (18/12). Menurut Beny, Presiden mempunyai waktu sampai bulan Maret 2005 untuk membentuk KKR sesuai dengan amanat UU No. 27 Tahun 2004. "Saya dengar presiden sudah mulai membentuk panitia seleksi yang akan melakukan uji kelayakan anggota komisi," ungkap Beny.Adapun keanggotaan KKR nantinya terdiri dari 21 orang. Mereka akan dipilih oleh tim seleksi yang dibentuk pemerintah dalam hal ini diwakili Departemen Hukum dan HAM. Tim seleksi terdiri dari lima orang yang berasal dari pemerintah dan masyarakat. Tim seleksi ini akan melakukan uji kelayakan terhadap calon-calon yang mendaftarkan diri untuk kemudian diambil sekitar 42 orang calon. Setelah itu Presiden memilih 21 nama dengan berdasarkan persetujuan DPR.Selain itu Beny juga menyoroti masalah keanggotaan komisi yang terlalu umum dan tidak jelas parameternya. Dia juga melihat adanya syarat-syarat yang tidak relevan untuk duduk dalam KKR. "Masa UU tersebut menyebutkan pertimbangan agama, etnis dan geografi. Apa relevansinya ?" tanyanya.Evy Flamboyan?Tempo