TEMPO.CO, Yogyakarta - Erupsi Gunung Merapi pada 18 November 2013 membumbungkan asap tebal berwarna hitam setinggi 2 ribu meter. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyatakan letusan itu bersifat freatik, yaitu erupsi yang berasal dari dalam lapisan litosfer akibat meningkatnya tekanan uap air.
Namun, vulkanolog Surono mengatakan dari data-data yang ditemukan, ternyata letusan itu merupakan letusan magmatik, yaitu letusan karena ada pergerakan magma dari dalam perut gunung. Bahkan, di sekitar Gunung Merapi ditemukan empat titik endapan awan panas. Tiga titik itu ada di sisi barat dan satu titik endapan awan panas di sisi selatan gunung itu. Selain itu, erupsi Merapi 18 November itu juga disertai material vulkanik yang diyakini material baru.
"Dengan data-data yang ada, itu bukan letusan freatik, tapi bisa didefisinikan sebagai letusan magmatik," kata Surono saat acara bincang santai "Mitigasi tanpa Kopi dan Dasi" di Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu malam, 23 November 2013.
Sebelum letusan pukul 04.58 WIB itu, juga terjadi gempa guguran sebanyak delapan kali dan gempa tektonik sebanyak dua kali. Letusan itu bercampur abu, pasir kerikil, dan bebatuan. Bahkan, reflektor alat-alat pemantau Merapi di sekitar gunung terkena batu dari bentukan magma yang terlontar. Menurut Surono, seorang geolog yang memegang abunya dipastikan langsung bisa mengenali jenis silika itu berasal dari abu yang ditimbulkan oleh magma.
Mengapa disimpulkan erupsi magmatik
Menurut Mbah Rono, panggilan akrab pria yang kini menjadi staf ahli di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral bidang Lingkungan Hidup itu, ia tidak berani menyimpulkan itu letusan magmatik jika tidak ada data-data. Padahal, kata dia, erupsi yang awalnya disimpulkan freatik itu ternyata bisa mengangkat dan membuat rekahan sumbat lava 230 meter dengan lebar hingga 50 meter.
Berdasarkan data itulah, kata Mbah Rono, kesimpulan bahwa itu erupsi freatik menjadi tidak mungkin. Akan tetapi, pasti ada tekanan dari pergerakan magma dari dalam perut gunung. Sehingga bisa meruntuhkan sumbat lava itu.
Dia melanjutkan, dengan terbukanya sumbat lava 230 meter dengan lebar hingga 50 meter itu, justru diharapkan akan sering ada pelepasan, tidak terjadi akumulasi tekanan dari dalam perut gunung. Gas-gas yang ditimbulkan oleh magma justru cepat terempas. "Tekanan itu tidak terakumulasi dan sering terlepas. Semoga seperti itu, tetapi Merapi punya cerita lain," kata dia.
Tim dari BPPTKG telah mengambil sampel material Merapi yang terlontar saat erupsi 18 November itu. Material itu akan diteliti untuk diketahui merupakan material lama atau material baru. Jika material yang diambil sampelnya merupakan material lama, bisa jadi erupsi itu diklasifikasikan sebagai erupsi freatik. Namun jika material yang ditemukan ternyata material baru, maka bisa disimpulkan merupakan erupsi magmatik. "Material yang diambil sebagai sampel akan diteliti," kata Subandriyo, Kepala BPPTKG, beberapa waktu lalu.
MUH SYAIFULLAH
Berita lainnya:
Foto Ibas Berkaus Lengan Pendek Ada di Instagram
Keluarga Vita KDI di Nganjuk Menutup Diri
Gara-gara Rhoma Irama, Ahok Tak Berani Berjudi
Abraham Samad Sebut Boediono Orang Biasa
Ini Bahasa di Kalangan Waria