TEMPO.CO, Pontianak - Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat mencatat ada 88 kasus di provinsi itu pada sepanjang 2011, yang menunjukkan konflik perkebunan kelapa sawit dan masyarakat. “Kasus ini sekaligus mengindikasikan potensi kerugian atau bencana dari kebijakan pembangunan perkebunan sawit,” kata Direktur Walhi Kalimantan Barat Anton P. Wijaya, Kamis, 21 November 2013.
Menurut Anton, selama tiga tahun sejak 2008, konflik antara investor pengembangan perkebunan sawit dan masyarakat mencapai 280 kasus. Dari ratusan kasus itu, kata dia, ada 20 kasus kriminalisasi masyarakat oleh pihak perkebunan sawit. Angka tersebut terus meningkat seiring masifnya pemberian izin ekspansi sawit.
"Masyarakat pedalaman Kalbar terbiasa mengandalkan sumber daya alam, seperti hutan, tanah, air, sebagai sumber hidup," ia menambahkan.
Perkebunan monokultur dalam skala besar dapat memberikan dampak yang signifikan, seperti satwa langka yang kehilangan habitatnya, sumber air yang tercemar, dan daerah resapan air yang hilang. "Sawit memang memberikan sumber ekonomi baru bagi warga, tapi hanya berlangsung dalam jangka pendek," katanya.
Kementan Kebut Peraturan Baru soal Peremajaan Sawit Rakyat
6 Maret 2024
Kementan Kebut Peraturan Baru soal Peremajaan Sawit Rakyat
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian atau Kementan Andi Nur Alamsyah menyatakan sedang membahas simplifikasi aturan dan persyaratan perihal peremajaan sawit rakyat atau PSR.