Sejumlah petani memasukkan bom asap berisi racun tikus ke dalam lubang tikus saat mengikuti tangkap tikus massal di persawahan kelurahan Sidoluhur, kecamatan Godean, kabupaten Sleman, Yogyakarta, Minggu (28/7). TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang panen, jasa penjaga hama burung atau tikus, banyak diminati. Para pemilik sawah di Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya, harus mengeluarkan uang Rp 60 ribu per hari bagi penjaga hama burung.
Biasanya jasa mereka diperlukan jika mendekati musim panen dan sebagainya. "Ya, tarifnya segitu," kata M. Amin, petani di Bojonegoro, Minggu 17 November 2013.
Petani di Bojonegoro memang menggunakan pelbagai cara untuk membasmi hama. Misalnya, untuk membunuh hama tikus, petani mengaliri sawahnya dengan listrik di pinggir pematang sawah.
Ada juga lomba membunuh tikus yang diselenggarakan Dinas Pertanian Bojonegoro. Kegiatan yang disponsori Dinas Pertanian Bojonegoro ini, dapat apresiasi warga. "Kami galakkan lomba itu," kata tegas Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro Ahmad Djupari. Dia menyebut, lomba akan digilir dari desa ke desa.
Khusus terhadap hama burung emprit, petani di Bojonegoro mengembangkan teknik baru, yaitu membuat mercon bumung. Suara ledakannya yang gaduh dianggap lebih efektif ketimbang boneka sawah ataupun jaring.
Tiap kelompok burung emprit yang terdiri dari 100 hingga 200 ekor, bisa menghabiskan puluhan kilogram padi siap panen. Wajar jika para pemilik sawah khawatir dengan serangan burung emprit ini.