Taman Baluran Berhasil Biakkan Banteng Semialami
Editor
Agus Supriyanto
Rabu, 13 November 2013 16:30 WIB
TEMPO.CO, Situbondo - Pengelola Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, berhasil membiakkan banteng jawa (Bos javanicus) melalui proses semialami. Banteng betina yang diberi nama Ussy melahirkan anakan banteng betina seberat 28 kilogram pada akhir bulan lalu. "Kondisinya sehat," kata Kepala Seksi Resort Bekol Baluran, Joko Waluyo, Rabu, 13 November 2013.
Menurut Joko, anakan banteng itu lahir Kamis, 31 Oktober 2013, pukul 01.45 WIB. Bayi banteng belum diberi nama. Rencananya, pemberiaan nama anakan banteng akan diresmikan pada 22 November mendatang. "Kondisi bayi banteng masih dalam pantauan dokter hewan," katanya.
Program pembiakan semialami ini dianggap berhasil karena baru pertama kali dilakukan di Taman Nasional Baluran. Selain kelahiran anakan banteng, satu induk banteng betina lainnya bernama Tina juga sedang bunting 4,5 bulan setelah dikawin banteng jantan Dony. Bila sudah dewasa, anakan banteng tersebut akan menjadi indukan berikutnya. "Kalau populasinya banyak, baru kami lepas ke alam," kata dia.
Program pembiakan banteng Baluran tersebut bekerja sama dengan Taman Safari Indonesia, yang dimulai Juli 2012 lalu. Taman Safari menghibahkan dua ekor banteng betinanya yang berusia dua tahun, Tina dan Ussy.
Mereka ditempatkan dalam kandang raksasa seluas 0,8 hektare di blok bekol, yang kondisinya dibuat mirip dengan habitatnya. Ada padang savana yang rumputnya selalu hijau, sumber air, sekaligus pondok istirahat. Kandang dikelilingi kawat beraliran listrik supaya predator seperti anjing hutan (ajag) tidak bisa masuk.
Mula-mula pintu otomatis dibiarkan terbuka supaya banteng jantan Baluran bisa masuk. Benarlah, berselang sekitar dua bulan, si jantan Doni mulai berani mendekati si betina. Hap! Doni akhirnya masuk kandang, pintu pun ditutup. Si betina Ussy tercatat mulai bunting pada Januari 2013.
Program pembiakan itu dilakukan untuk meningkatkan populasi banteng Jawa yang kian mengkhawatirkan. Populasi mamalia yang berkategori terancam punah itu tersisa 20 ekor pada 2008, 15 ekor pada 2011, dan pada 2012 jumlahnya bertambah menjadi 26 ekor.
IKA NINGTYAS