TEMPO Interaktif, Jakarta:Komite Nasional Korban Politik Timor meminta Pemerintah Republik Indonesia segera menyelesaikan pengembalian aset mereka yang masih tertinggal di eks Provinsi Timor Timur akibat Jajak Pendapat tahun 1999. Mereka meminta agar penggantian tersebut dianggarkan dan direlisasikan dalam anggaran tahun 2005. Sekitar 10 orang perwakilan Komite menyampaikan permintaan ini kepada pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nurwahid di ruangannya, Senin (13/12). Hadir juga wakil ketua MPR Mooryati Soedibyo dan Aksa Mahmud.Batista Sufa Kefi, koordinator Komite, menjelaskan, bahwa Tap MPR RI No.5 tahun 1999 mengenai pengakuan Jajak Pendapat Timor Timur adalah awal pen deritaan mereka. Dalam Tap MPR itu, dijelaskan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab pada kelanjutan nasib para Warga Negara Indonesia (WNI) eks Provinsi Timor Timur. Sampai saat ini, menurut Batista, belum ada satu pun solusi untuk membantu sekitar 200 ribu warga yang kini tersebar di seluruh provinsi Indonesia. Departemen Dalam Negeri, menurut Tap MPR, bertanggung jawab atas asset itu ternyata tidak melakukan apapun untuk mengembalikan asset tersebut.Hasan, Koordinator Komite daerah Sulawesi Selatan, meminta pemerintah bertanggung jawab atas keputusannya melaksanakan Jajak Pendapat. “Kami kehilangan harta benda, dan sebagian keluarga kami terkubur di Timor Timur,”katanya.Hasan kecewa kepada pemerintah yang hanya memperhatikan WNI eks. Timor Timur yang mengungsi eks Nusa Tenggara Timur. "Di Sulawesi Selatan saja ada 24 ribu. Bagaimana dengan mereka?“ tanyanya. Dia minta agar pemerintah mau mengganti harta benda yang tertinggal di Timor Leste. Matius, WNI eks Timor Timur yang tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menjelaskan bahwa sampai saat ini, Komite sudah menampung 6723 klaim asset WNI eks Timor Timur. Dia sakit hati karena pemerintah lebih mendahulukan memberi gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri sejumlah total Rp 9 triliun dibanding mengganti aset mereka sekitar Rp 10 triliun. "Mereka (para pegawai negeri) masih bisa hidup tanpa gaji ke-13, tapi bagaimana dengan kami?"katanya.Menanggapi semua tuntutan itu, Nurwahid mengaku belum bisa mengambil sikap. Menurutnya, semua harus melalui prosedur dan mekanisme yang telah ditentukan. Dia berjanji, masalah itu akan diagendakan dalam rapat gabungan dan rapat pimpinan yang akan diadakan setelah masa reses Dewan selesai pada awal Januari tahun 2005. Jika memungkinkan, agenda intu juga akan dibawa dalam rapat paripurna MPR tahun 2005 nanti. "Kami tidak bisa melangkah sendiri, karena MPR adalah sebuah lembaga," katanya.Suliyanti
Indonesia dan Timor Leste Bahas Masalah Perbatasan hingga Kerja Sama Ekonomi
12 Januari 2023
Indonesia dan Timor Leste Bahas Masalah Perbatasan hingga Kerja Sama Ekonomi
Sejumlah isu dibahas dalam pertemuan bilateral Menteri Luar Negeri Indonesia dan Timor Leste kemarin, seperti peluang meningkatkan kerja sama ekonomi dan penyelesaian batas darat antara kedua negara.