Penghapusan Bus Kota di Yogya Dinilai Rawan Konflik
Editor
Raihul Fadjri
Jumat, 8 November 2013 18:08 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Rencana pemerintah dan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menghapus transportasi bus kota swasta dan menggantinya dengan Trans Jogja pada 2015 dinilai rawan konflik. Akan ada perubahan dan perluasan trayek, sehingga trayek angkutan perdesaan yang mengantarkan penumpang dari desa ke kota terpotong.
“Harus ada sosialisasi yang melibatkan operator AKDP. Kalau tidak, nanti ramai,” kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY Agus Andrianto, Jumat, 8 November 2013.
Penghapusan bus kota itu akan diikuti perluasan trayek bus Trans Jogja. Perluasan itu antara lain: trayek barat jalur Godean atau Gamping ke kota, trayek utara jalur Pakem atau Jalan Kaliurang kilometer 8 ke kota, trayek timur dari Prambanan ke kota, dan trayek selatan dari Bantul ke kota. Sementara itu, rute bus yang ada diganti menjadi 13 rute. Semua rute itu hanya untuk 154 bus Trans Jogja. “Mekanisme belum dibicarakan detail dengan operator yang akan melayani,” kata Agus.
Sebelumnya, Sekretaris Komisi C DPRD DIY Arif Rahman Hakim mengatakan, penghapusan bus kota itu untuk regenerasi kendaraan umum. “Karena banyak bus kota yang tak layak pakai,” katanya. Selain itu, penghapusan juga untuk mengubah rute. “Nanti akan ada public hearing. Jadi semua pihak bisa menyampaikan pendapatnya biar tidak ada konflik.”
Dia menjelaskan, konsep awal peremajaan bus adalah dua bus kota sebanding dengan satu Trans Jogja. Tapi lalu muncul konsep baru: bus kota dihapus. Rencananya, operator bus kota yang dihapus akan mengoperasikan bus Trans Jogja. Kontrak pengoperasian 54 bus Trans Jogja oleh PT Jogja Tugus Trans (JTT) berakhir pada 2015. “Tentunya, operator yang menang lelang rute yang mengoperasikan,” kata Arif.
Rencana penghapusan bus kota itu dikritik bekas Ketua Panitia Khusus Trans Jogja DPRD Kota Yogyakarta Ervian Pramunadi. “Pertanyaannya, pemerintah bisa menyediakan berapa banyak angkutan massal itu secara serentak?” kata Ervian. Menurut dia, mesti ada jaminan jumlah bus yang diganti dengan Trans Jogja, setidaknya berselisih sedikit. “Jika jumlah bus yang diganti lebih sedikit, akan mendorong orang beli kendaraan pribadi dan akhirnya kemacetan tambah parah,” kata dia. Dia juga mendesak pemerintah berani menerapkan pajak progresif untuk membatasi kepemilikan kendaraan.
Anggota Jogja Folding Bike, Andy Prabowo, menilai rencana perbaikan angkutan umum itu bisa memacu penggunaan sepeda yang terintegrasi dengan angkutan massal. “Ini jadi peluang penggunaan sepeda asalkan ada pendukung pada sarana massal itu,” kata Andy. Misalnya, kata dia, melengkapi halte Trans Jogja dengan tempat parkir khusus sepeda.
PITO AGUSTIN RUDIANA | PRIBADI WICAKSONO