Mantan Komisaris PT Dutasari Citralaras Athiyyah Laila (berjilbab coklat, berkacamata) didampingi Suaminya Ketua Umum Partai demokrat, Anas Urbaningrum (baju biru, berkacamata) usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (26/04). Athiyyah diperiksa dalam penyelidikan terkait posisinya di PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontrak PT Adhi Karya (Persero) dalam mengelola proyek gedung olahraga bernilai Rp 1,52 triliun di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor. TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO.CO, Jakarta - PT Dutasari Citralaras, perusahaan milik Athiyyah Lalla, istri mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaninrum, adalah satu dari dua sub-kontraktor yang mendapat proyek terbesar dalam proyek Hambalang. Selain PT Dutasari, ada 38 perusahaan lain yang menjadi sub-kontraktor kerja sama operasi PT Adhi Karya–PT Wijaya Karya, pelaksana proyek tersebut.
“PT Dutasari mendapat dua kontrak untuk pekerjaan mekanikal elektrikal dan penyambungan daya listrik PLN senilai Rp 328 miliar,” kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, I Kadek Wiradana, saat membacakan dakwaan Deddy Kusdinar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 7 November 2013.
Urutan kedua terbesar sub-kontraktor KSO Adhi-Wika dalam proyek ini adalah PT Global Daya Manunggal, dengan nilai kontrak sebesar Rp142,4 miliar. Kemudian PT Aria Lingga Perkasa senilai Rp 3,4 miliar dan 36 perusahaan lain mendapat kontrak sebesar Rp50,8 miliar.
Menurut jaksa, PT Dutasari pada 2010 mendapat sebagian pembayaran dari KSO Adhi-Wika sebesar Rp 45,3 miliar. Menurut jaksa, pembayaran itu bukan untuk pekerjaan proyek yang dilakukan PT Dutasari melainkan sebagai pembayaran fee 18 persen bagi Andi Alfian Mallarangeng, yang saat itu masih menjabat sebagai Meteri Pemuda dan Olahraga.
Lalu, pada 2011, PT Dutasari mendapat pembayaran dari KSO Adhi-Wika sebesar Rp 170,3 miliar. Menurut jaksa, penunjukan PT Dutasari dan 38 perusahaan lainnya bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, karena perusahaan yang mendapat proyek diharamkan mensubkontrakkan pekerjaan utama.