Rumah Ahmad Fathanah, baru dilunasi Rp3,8 miliar dari harga Rp5,75 miliar, di Pesona Khayangan Depok, Jawa Barat. Rumah yang belum lunas tersebut dirampas untuk negara dan akan dilelang. Sebagian hasil lelang akan dikembalikan kepada kreditiur PT Guna Bangsa. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memerintahkan agar sejumlah aset yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang Ahmad Fathanah dirampas demi kepentingan negara. Selain mengeluarkan perintah tersebut, majelis hakim juga memutuskan beberapa harta Fathanah akan dilelang, sementara sisa uang kelebihan dikembalikan kepada pihak yang bersangkutan.
Salah satu aset yang diperintahkan untuk dilelang itu adalah rumah Fathanah di Pesona Kahyangan. "Memerintahkan agar tanah dan bangunan di kompleks Pesona Khayangan Blok BS, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat dirampas untuk negara. Tapi karena ada hak milik pihak ketiga karena rumah baru dilunasi sebesar Rp 3,8 miliar dari harga Rp 5,75 miliar, maka (aset) harus dilelang," kata ketua majelis hakim Nawawi Pomolango dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 4 November 2013 malam.
Menurut dia, hasil pelelangan itu nantinya dikompensasikan dengan pencucian uang yang dilakukan Fathanah. Sisa uang kelebihan dikembalikan ke kreditur, PT Guna Bangsa.
Selain rumah tersebut, majelis memerintahkan Mercedes-Benz C-Class 200 agar dirampas untuk negara. Namun karena mobil itu belum sepenuhnya lunas, majelis memerintahkan agar mobil dilelang. Hasil pelelangan dikompensasikan senilai uang yang digunakan Fathanah untuk melakukan pencucian uang dan kelebihan dikembalikan kepada kreditur, PT Mitsui Leasing.
Hal yang sama juga diberlakukan pada mobil Toyota Land Cruiser Prado atas nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Faksi PKS, Jazuli Juwaini. Majelis memerintahkan kendaraan itu dilelang. Hasil pelelangan dikompensasikan terhadap tindak pidana pencucian uang dan sisanya dikembalikan ke Jazuli.
Hakim memvonis Fathanah dengan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Lima, terkait dengan pengurusan kuota impor daging sapi.
Majelis juga menyatakan Fathanah terbukti melakukan pencucian uang. Ia membelanjakan hartanya sekitar Rp 38 miliar dalam kurun waktu 2001-2013. Menurut hakim, uang yang digunakan oleh Fathanah tersebut tak jelas sumbernya dan tak sesuai dengan profil penghasilannya. Fathanah pun tak dapat membuktikan bahwa harta yang diperolehnya itu halal.