TEMPO Interaktif, Cirebon: Pertemuan 42 kiai sepuh di Pondok Pesantren Buntet hari ini, Selasa (7/12) menghasilkan dua keputusan penting. Pertama, mereka tidak mencabut rekomendasi yang diberikan kepada Abdurrahman Wahid untuk membentuk NU tandingan. Kedua, para kiai sepuh sepakat tidak mengakui hasil Muktamar NU yang baru lalu. Hal itu diungkapkan KH Ubaidillah Faqih yang mewakili KH Abdullah Faqih dari Langitan, KH Muhaimin Nan dari Parakan, Jateng dan KH Gus Zaim Maksum dari Lasem, yang mewakili ke 42 kiai sepuh dalam konferensi pers."Tapi pembentukan NU tandingan tidak perlu terburu-buru," kata KH Ubaidillah Faqih. Pasalnya mereka harus terlebih dahulu mensosialisasikan ke akar rumput. Menurut Ubaidillah tindakan yang gegabah dengan langsung membentuk NU tandingan nantinya hanya akan memperburuk citra NU. "Sehingga penggalangan dukungan dan kekuatan di tingkat akar rumput kami anggap lebih penting sebelum digelarnya muktamar NU luar biasa," tutur Ubaidillah. Namun ketiga kiai ini tetap menolak memberitahukan secara eksplisit tanggal pasti pelaksanaan muktamar luar biasa ini. Sedangkan soal tidak mengakui hasil Muktamar, menurut kiai sepuh mencium indikasi adanya politik uang. "Selain itu, Muktamar NU di Solo juga sama sekali tidak mencerminkan ahlak kiai dan warga NU sehingga tidak bisa diterima dengan lapang hati," tutur Ubaidillah. Pertemuan kiai sepuh di Buntet ini selain dihadiri 42 kiai sepuh dari seluruh Indonesia juga dihadiri KH Abdurrahman Wahid. Gus Dur mengatakan bahwa ia manut apa kata kiai. Ivansyah