Seorang aktivis gelar aksi damai tentang bahaya merokok dengan membawa spanduk di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, (26/05). Aksi larang ini untuk memperingati Hari Tembakau. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti pada Indonesia Institute for Social Development, Deni Wahyudi, mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan lembaganya pada Mei-Juni 2013, mayoritas masyarakat Indonesia setuju bila pemerintah segera melakukan pengendalian terhadap distribusi tembakau.
"Pembatasan itu bisa dilakukan dengan segera meratifikasi Konvensi tentang Pembatasan Tembakau (FCTC)," kata Deni dalam diskusi tentang FCTC di kawasan Kuningan, Senin, 21 Oktober 2013.
Menurut Deni, dari 1.444 responden berusia di atas 18 tahun yang diminta mengisi kuisioner tentang bahaya rokok, diketahui sebanyak 77,3 persen responden setuju dengan anggapan bahwa iklan rokok, promosi, dan sponsorsip oleh perusahaan rokok mendorong anak-anak untuk mulai merokok. Sebanyak 72,8 persen menilai peringatan teks tentang bahaya rokok yang tertera di kemasan rokok tak efektif mencegah anak dan remaja untuk mulai merokok.
Penelitian, kata Deni, dilakukan di 12 kota pada delapan provinsi dengan tingkat 32,3 persen perokok aktif, 12,1 persen mantan perokok, dan 55,7 persen bukan perokok. "Hasilnya, kelompok perokok pun sangat mendukung pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pengendalian tembakau."
Menurut dia, berdasarkan penelitian, sebanyak 83,4 persen perokok setuju adanya kebijakan pengendalian tembakau. Adapun mantan perokok sebanyak 93,7 persen menyetujui pengendalian. Pengendalian yang bisa dilakukan pemerintah itu misalnya pembatasan iklan, kebijakan kawasan dilarang merokok, dan pengaturan kemasan rokok.
Tingginya dukungan publlik terhadap pengendalian peredaran rokok seharusnya menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk tak menunda ratifikasi FCTC. Apalagi saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia yang belum meratifikasi. Sedangkan 177 negara dunia sudah meratifikasi atau mengaksesi perjanjian internasional tentang pengendalian tembakau.