Anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak merevisi Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden, membuat partai kecil dan menengah pusing tujuh keliling. Mereka harus mendapat suara di atas 20 persen dalam pemilu untuk bisa mengajukan calon presiden sendiri.
Ini diakui politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Martin Hutabarat. Partai ini sudah lama menyatakan akan mengusung Ketua Dewan Pembina Gerindra Letjen (Purn) Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
"Kami akan bekerja keras untuk mencapai suara 20 persen," kata Martin ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, 3 Oktober 2013. Hanya dengan jumlah suara sebanyak itu, Gerindra bisa mengamankan pencalonan Prabowo.
"Kami kecewa dengan putusan Badan Legislasi yang memutuskan menarik pembahasan UU Pilpres ini," katanya. Seharusnya, kata dia, pembatalan pembahasan dilakukan sejak awal. Sekarang, dengan Pemilu tinggal enam bulan lagi, Gerindra tak bisa berbuat apa-apa untuk mengubah ketentuan presidential threshold itu.
Apalagi, dengan skandal korupsi menodai Mahkamah Konstitusi seperti sekarang, Martin menilai peluang untuk mengajukan judicial review atas UU Pilpres juga menipis. "Setelah Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, ditangkap KPK, kami menyangsikan kemampuan MK," katanya.