Sarjono Kartosuwiryo, Amelia A. Yani, dan lham Aidit. TEMPO/Purwanta BS
TEMPO.CO, Jakarta - Sarjono Kartosuwiryo, putra Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, merasakan konflik berkepanjangan yang dia warisi dari ayahnya, sangat melelahkan. Ayahnya memimpin gerakan DI/TII pada 1949 hingga 1962.
Riwayat konflik itu membuat perjalanan hidup Sarjono “tersandera”. Selain sulit bersosialisasi, Sarjono mengaku mengalami kesulitan ekonomi dan politik. "Kami terpuruk hampir di semua sektor," katanya.
Ia mengatakan, bergabung dengan Forum Silaturahmi Anak Bangsa merupakan keputusan terbaik dalam hidupnya. Sebab, ia berkesempatan menghentikan warisan konflik bagi generasi berikutnya. “Forum ini merupakan kumpulan orang-orang yang memahami betul pahitnya konflik dan menyadari konflik harus segera diakhiri,” tuturnya.
Suryo Susilo, anak bekas pejabat Badan Koordinator Intelijen Negara, yang memimpin forum ini, menyatakan, generasi penerus tidak harus mewarisi konflik orang tua mereka. Apalagi mewariskannya kepada generasi berikutnya. “Ideologi orang tua belum tentu sama dengan ideologi anaknya,” kata dia. “Kalau kita berkutat terus dalam konflik ideologi, kapan kita maju?”
Forum Silaturahmi rutin menggelar berbagai pertemuan. Meski begitu, Suryo menegaskan, Forum tetap akan menjadi gerakan moral dan tidak akan berubah menjadi organisasi kemasyarakatan. Ia bertekad, Forum akan aktif dalam membantu mencari “pola rekonsiliasi bangsa”.