Seorang siswi melakukan pijatan di sekitar wajah saat mengikuti terapi massal yang diselenggarakan oleh LPT YAI, di SMA Diponegoro 1, Rawamangun, Jakarta, Rabu (10/4). Terapi massal yang diikuti oleh siswa-siswi tersebut bertujuan untuk menghilangkan stres dan membuat mereka lebih nyaman menghadapi Ujian Nasional yang akan diselenggarakan Senin mendatang. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan secara tegas menolak rencana Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, untuk menggelar tes keperawanan bagi siswi sekolah menengah atas dan sederajat. Menurut Wakil Ketua Komnas, Masruchah, tes keperawanan ini melanggar hak asasi manusia, terutama bagi kaum perempuan.
"Tes keperawanan ini termasuk kekerasan seksual, jelas melanggar HAM," kata dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 20 Agustus 2013.
Jika Dinas Pendidikan Prabumulih tetap bersikeras melaksanakan tes keperawanan ini, Masruchah menegaskan bahwa semua siswi perempuan punya hak untuk menolak. "Konstitusi Indonesia secara jelas mengatur hak perempuan untuk berekspresi," katanya.
Menurut Masruchah, urusan keperawanan adalah mutlak urusan pribadi tiap individu yang tak bisa jadi acuan nilai dan moral. Perempuan bisa saja kehilangan keperawanan bukan karena hubungan seksual, misalnya karena kecelakaan, olahraga, hingga tindak kekerasan seksual. "Jadi kalau ditanya moral, apakah tes keperawanan ini juga bermoral?" tanya dia.
Komnas Perempuan, dia melanjutkan, mengapresiasi tanggapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh terkait wacana ini. Nuh menilai tes keperawanan kurang bijak dilakukan. Masruchah pun bakal menanti langkah tegas Nuh untuk mengevaluasi rencana Dinas Pendidikan Prabumulih ini. "Kami tunggu langkah tegas Menteri Nuh."