Aqilah (8) menunjukkan hasil lukisannya saat berlangsung lomba mewarnai Kartu Lebaran di Perpustakaan Pusat Kota malang, Jawa Timur, Minggu (21/7). Kegiatan yang diikuti oleh sejumlah siswa taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar tersebut dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada Selasa, 23 Juli 2013 mendatang. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Beredarnya buku pelajaran sekolah dasar di Bogor berisi materi porno dinilai membahayakan perkembangan para siswa. Lemahnya peraturan tentang buku membuat pihak penerbit atau penulis buku sulit dipidanakan. Meski begitu, tetap ada celah menyeret penerbit atau penulis ke meja hijau.
"Kalau masyarakat mau memidanakan, itu bisa saja diadukan ke Komisi Perlindungan Anak atau menggunakan Undang-Undang Pornografi. Karena buku itu sangat merusak, isinya sangat tidak pantas dibaca anak SD," kata Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Depdiknas Ramon Mohandas pada Tempo, Senin, 22 Juli 2013, di ruang kerjanya, Gedung Puskurbuk, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Sejak Maret 2013, buku terbitan CV Graphia Buana yang mengandung cerita mesum beredar di sekolah dasar di Bogor. Cerita lucah dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas VI itu berjudul "Anak Gembala dan Induk Serigala". Taburan kalimat-kalimat cabul dalam buku itu tersebar di halaman 57-60. Kasus ini menyeruak awal Juli lalu setelah orang tua protes atas isi buku tersebut.
Menurut Ramon, penggunaan Undang-Undang Pornografi serta Undang-Undang tentang Perlindungan Anak untuk memidanakan penerbit atau penulis buku terbitan CV Graphia Buana itu adalah sanksi yang paling mungkin dilakukan. Sebab, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku tidak menyebut secara jelas sanksi bagi para pelanggar.
"Dalam peraturan menteri tidak secara tegas disebutkan hukuman apa yang bisa dijatuhkan pada penerbit dengan buku tidak layak."
Dalam pasal yang mengatur tentang sanksi di peraturan menteri hanya disebutkan bahwa penerbit, distributor, dan/atau pengecer yang melanggar ketentuan dalam peraturan menteri ini dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. "Dan ini yang memang disayangkan, tidak ada dasar hukum untuk memidanakan, misalnya untuk penulis buku," kata Ramon.
Dari Puskurbuk sendiri, Ramon menjelaskan, sanksi maksimal yang bisa dilakukan paling-paling hanya mem-blacklist penulis, editor, dan penerbit. "Itu yang maksimum bisa kami lakukan. Dan itu akan kami lakukan terhadap buku-buku seperti itu," Ramon menegaskan.