TEMPO Interaktif,
Bandung:Kekerasan di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) terjadi lagi. Kali ini korbannya calon praja asal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Ichsan Suheri, yang terpaksa terbaring di rumah sakit sejak Selasa (19/10). Polisi memastikan adanya kekerasan yang dilakukan oleh praja STPDN tingkat madya berasal dari kontingen yang sama dengan korban. Menurut sumber di kepolisian yang tidak mau disebutkan namanya, berdasarkan pengakuan Ichsan, telah terjadi pemukulan dan penganiayaan terhadap korban pada Minggu (17/10) dini hari, sekitarpukul 00.30 WIB. Ichsan yang sedang berada di baraknya, barak Sulawesi Tenggara, dijemput perwakilan praja siswa STPDN berpangkat madya atau tingkat dua berinisial IS, seniornya yang berasal dari kontingen Nanggroe Aceh Darussalam. Ichsan dipanggil karena sudah lulus menjadi praja STPDN dan akan mengikuti latihan dasarkemiliteran.Ichsan, lanjut sumber itu, dibawa ke barak praja madya tempat tinggal kontingen asal Nanggroe Aceh Darussalam. Di dalamnya telah menunggu beberapa praja STPDN yang tidak bisa dikenali Ichsan karena gelap. Di sana Ichsan disuruh mengangkat barbel dengan dua tangan. Barbel tersebut ujung-ujungnya dibuat dari semen cor yang dihubungkan dengan pipa besi. Karena Ichsan berbadan besar dan tinggi, dia disuruh mengangkat barbel itu dengan satu tangan. Barbel itu lalu jatuh karena licin dan menimpa kepalanya. Setelah tertimpa barbel di kepalanya, Ichsan lalu disuruh duduk oleh seseorang di dalam barak itu. Dalam keadaan gelap gulita, Ichsan mengaku dipukuli. Tapi hasil visum tidak bisa menunjukkan terjadinya kekerasan tersebut. Hasil visum, di antaranya dari pemeriksaan Ahli Syaraf dr Jajang Suhana dari Rumah Sakit Hasan Sadikin, korban mengalami trauma psikis. Ichsan baru mendapatkan perawatan medis dua hari setelah peristiwa itu. Menurut Kepala Bidang Pelayanan Medis Rumah Sakit Al-Islam Dr Dadang Rukanta, Ichsan membawa surat pengantar rekomendasi dari Ali Syaraf dr Jajang Suhana dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung agar Ichsan membutuhkan perawatan dari dokter ahli bedah syaraf dan menerima perawatannya di RumahSakit Al-Islam. "Dari analisa ada kecurigaan sakit kepalanya karena diduga trauma benda tumpul," katanya.Menurut Rukanta, Ichsan mulai dirawat di Rumah Sakit Al-Islam sejak Selasa (19/10) pukul 13.00 WIB, dirawat di lantai 3 Ibnu Sina ruang 312. Untuk perawatan Ichsan diserahkan kepada Dokter Spesialis Syaraf Jajang Suhana, Dokter Spesialis Bedah Syaraf Akhmad Imron, dan Psikolog Dra Selly. Pihak rumah sakit, menurut Rukanta, melarang wartawan menemui Ichsan dengan alasan hal itu akan menggangu perawatannya. "Kesimpulan psikologisnya saya tidak bisa ungkap, tapi secara umum ada rasa takut dan gelisah," katanya. Hasil visum, menurut Rukanta, sudah diminta pihak kepolisian, Senin (25/10) sekitar pukul 09.10 WIB.
Tempo sempat menemui Ichsan. Ia berbaring sambil menutupi mukanya dengan dua tangannya. Tangannya tersambung dengan botol infus yang isinya tinggal sepertiga. Ketika ditanya, Ichsan menolak memberi keterangan. "Lagi sakit pak," katanya. Lalu Ichsan menekan bel di tempat tidurnya untuk memanggil perawat jaga. Kemudian, Tempo yang menunggu di luar kamar ditemui Satpam Rumah Sakit Al-Islam yang meminta turun ke lantai 1 dan menemui bagian informasi rumah sakit, dengan alasan belum tiba waktu besuk. Kapolres Sumedang Ajun Komisaris Besar Pol. Yoyok Subagiono, Selasa pukul 14.30 WIB mendatangi RS Al-Islam, ditemani Rukanta menemui Ichsan. Pertemuannya sendiri tertutup bagi wartawan. Usai menemui Ichsan, Yoyok mengatakan korban mengalami trauma psikis yang direkomendasikan dokter untuk beristirahat selama 2-3 bulan. "Hasil riksa saya sementara tadi memang ada kekerasan dan kita akan panggil beberapa orang untuk menguatkan keterangan korban," katanya. Pengakuan korban itu, menurut Yoyok, akan dikembangkan dan diklarifikasikan. Jika benar, katanya, akan diteruskan penyidikan kasus ini. Menurut Yoyok, kekerasan terhadap Ichsan dilakukan oleh seniornya, praja SPTDN berpangkat madya asal Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil visum sudah diterima oleh pihak kepolisian, kata Yoyok, yang menyatakan hanya trauma psikis saja dan tidak ada tanda kekerasan di luarnya. Saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Ketua Pelaksana Harian STPDN I Nyoman Sumaryadi membantah telah terjadi kekerasan di kampus yang terletak di kawasan Jatinangor Sumedang itu. "Dari hasil pemeriksaan fisik terhadap Ichsan, baik sejak masuk sampai hari ini, bekas goresan pun tidak ada," ujarnya Senin (25/10) sore, seusai menjenguk Ichsan di RS Al Islam Bandung.Nyoman mengatakan, hasil ini diketahui setelah dilakukan
scanning terhadap fisik Ichsan baik di RS Al Islam maupun RS Hasan Sadikin Bandung. "Setelah di-
scan, hasilnya mulus, baik, tidak ada apa-apanya," katanya. Meski begitu, kata Nyoman, Ichsan mengalami traumatik psikologis.Menyinggung tentang pemberitaan di sejumlah media massa di Bandung yang mengatakan ada kekerasan, Nyoman mengatakan sulit untuk mengatakan ada kekerasan. "Secara format kelembagaan tidak ada kekerasan. Tapi kalau saya mengatakan tidak ada, sedangkan kondisi yang bersangkutan seperti itu, perlu dilakukan pendalaman lebih jauh," katanya.Karena itu, Nyoman mengaku pihaknya mempersilakan polisi untuk memeriksa praja yang dianggap melakukan kekerasan. Termasuk, kata Nyoman, memeriksa kemungkinan adanya unsur kebohongan atau pidana. "Karena kami tidak memiliki instrumen untuk melakukan pemeriksaan seperti itu," katanya.Nyoman juga menambahkan sampai saat ini belum ada satupun praja yang dipanggil oleh polisi. "Tapi tadi pagi pihak polisi sudah berkomunikasi dengan Kepala Bidang Pengasuhan STPDN dan dokter di rumah sakit STPDN," katanya.
Ahmad Fikri/Rana Akbari Fitriawan - Tempo