TEMPO Interaktif,
Nganjuk: Warga empat desa di sepanjang aliran sungai Klinter, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur menderita sesak nafas dan gatal-gatal. Penyakit tersebut diduga muncul akibat tercemarnya sungai Klinter dan sumur penduduk oleh limbah pabrik kertas PT Jaya Kertas (Jaker). Empat desa tersebut adalah Desa Nglawak, Lambangkuning dan Pelem di Kecamatan Kertosono serta Desa Kemaduh di Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. Meskipun warga telah melaporkan ke pihak yang berwenang, gangguan lingkungan yang telah berjalan bertahun-tahun itu tak juga mendapat perhatian pihak berwenang maupun PT Jaker."Di musim kemarau seperti sekarang ini, bau limbahsemkian tidak enak dan membuat sebagian warga sesaknafas dan batuk. Air sumur juga turut tercemar dan berubah warna menjadi merah kecoklatan serta berbau. Mayoritas warga menggunakannya untuk minum, memasak dan mandi," kata Agung Supriyadi, Kepala Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Nganjuk kepada
Tempo saat ditemui di kediamannya, Senin (18/10)."Selama ini kami telah kerap kali melaporkan ke PTJaker dan Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Nganjuk, namuntidak ada tanggapan nyata. Kami tak pernah diberi tahuhasil uji laboratorium mengenai kondisi air sungai danlimbah PT Jaker. PT Jaker selalu berdalih limbahnyatidak berbahaya. Padahal telah banyak warga kami yangmenderita sakit," kata Agung.Yani Arifyanto, salah seorang warga Kemaduh mengakudua keluarganya menderita sesak nafas yang diduga kuatakibat pencemaran limbah PT Jaker. Menurut Yani,kakaknya yang bernama Eko Sri Widariyati, 30 tahun, sejak1997 menderita sesak nafas. Bahkan kini anak EkoSri Widariyati yang bernama Dimas, 6 tahun, juga terserang penyakit yang sama. "Serangan sesak nafas ibu dan anak itu semakin menjadi-jadi pada malam hari dan akan semakin parah jika bau tidak enak dari aliran sungai tak kunjung sirna. Seringkali mereka juga batuk-batuk dalam jangka waktu yang cukup lama," kaya Yani kepada
Tempo.Kepala Desa Kemaduh, Agung Supriyadi menyatakan, keluhan warga mendapat tanggapan LSM Ecoton (Ecological Observation and Westland Conservation) yang berkerjasama dengan pihak ITS (Intitut Teknologi Sepuluh November) Surabaya. Lembaga tersebut telah melakukan sosialisasi dikediaman Kadas Kemaduh mengenai hasil uji laboratoriumterhadap air sumur dan sungai di 5 desa sekitar aliransungai Klinter. Menurut analisa Ecoton, limbah yangselama ini mencemari air sungai dan sumur sangatberbahaya bagi kesehatan.Prigi Arisandi, Ketua Ecoton menyatakan, sesuai SKGubernur Jawa Timur No 45 Tahun 2002 yang merujuk padaPeraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 serta KeppresNo 74 Tahun 2001 tentang baku mutu limbah cair danIndustri atau usaha lain, seharusnya PT Jakermempunyai IPLC (Izin Pembuangan Limbah Cair). "Dari hasil analisa lab yang dilakukan tim afiliasi dan konsultasi industri menunjukkan kandungan kimia di Sungai Klinter melebihi ambang batas yang ditetapkan," ujar Prigi Arisandi.Selain kandungan kimia, ditemukan juga adanyakandungan logam jenis timbal. Di Dusun Bogo, airsungai mengandung logam timbal 0,01 mg/liter. Di Dusun Klinter terdapat 0,04 mg/liter dan di Desa kemaduh dan Dusun Pandanasri tidak ditemukan adanya kandungan logam.Atas temuan tersebut, Kasubag Humas Pemkab Nganjuk,Harijanto justru menuding pengambilan sampel air yangdilakukan Ecoton tidak prosedural. Menurutnya,pengambilan sample air sungai dan air tanah untuk ujilab harus sepengetahuan pemerintah, polisi, jaksa,Kepala Desa dan PT Jaker. Selanjutnya secarabersama-sama menunjuk lab untuk menguji sampeltersebut. "Pemkab Nganjuk dan PT Jaker selama ini menunjuk PT Sucofindo di Surabaya sebagai lembaga penguji limbah buang. Selama ini kami selalu menggunakan hasil survey Sucofindo sebagai pedoman. Mungkin dalam dua atau tiga hari selesai hasil uji labnya," kata Harijanto yang mewakili Kepala Dinas Kebersihan danLingkungan Hidup Pemkab Nganjuk, Agus Suharto.Berdarkan pantuan Tempo di sepanjang alran sungaiKliter, Senin (18/10), air sungai memang terlihatkeruh dan permukaannya dipenuhi gumpalan-gumpalanlimbah berwarna kehijauan. Dari jarak sekitar 500meter, bau tidak sedap sangat terasa menusuk hidung.Ketika hal itu dikonfirmasikan, Agus Suhartomenyatakan hal itu terjadi karena faktor cuaca panasakibat musim kemarau.Menurut Agus, pihaknya pernah menegur PT Jakerkarena mengeluarkan limbah berwarna merah akibatproses produksi kertas tisu berwarna merah yangmencemari sungai dan sumur warga. Atas teguran itu,kini PT Kajer tidak lagi memproduksi tisu berwarnamerah. Selain itu, Pemkab juga kerap menegur PT jakeruntuk melakukan penggelontoran di aliran sungaiKlinter. "Jadi selama ini kami juga terus melakukan pamantauan. Bukan diam saja atas apa yang terjadi di sekitar pabrik PT Jaker," kata Agus Suharto.Sementara itu, Humas PT Jaker Aman Hambali dihubungi
Tempo via telepon tentang adanya pencemaran itu menyatakan tidak tahu-menahu soal hasil uji lab yang dilakukan LSM Ecoton. Menurutnya, selama ini segala persoalan menyangkut limbah telah diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hiusp Pemkab Nganjuk. Saat ditanya tentang kapasitas unit pengolah limbah yang ada di PT jaker, Aman Hambali menyatakan tidak tahu. "Pokoknya saya tidak tahu soal adanya pencemaran itu. Semua sudah kami serahkan kepada Pemkab Nganjuk," kata Aman Hambali.
Dwidjo U. Maksum - Tempo