Sejumlah anak kecil positif HIV/AIDS memakai masker dan membuat formasi dalam bentuk pita merah yang merupakan simbol universal kesadaran dan dukungan bagi mereka yang hidup dengan HIV, dalam peringatan Hari AIDS Sedunia di Mumbai, India, (1/12). (AP Photo/Rafiq Maqbool)
TEMPO.CO, Blitar - Rumah Sakit Umum Mardi Waluyo Kota Blitar, Jawa Timur merawat seorang bocah penderita HIV/AIDS stadium tinggi. Bocah perempuan itu dibuang oleh keluarganya dan ditemukan menangis di jalan dengan kondisi mengenaskan.
Juru Bicara RSU Mardi Waluyo Rita Triana mengatakan bocah perempuan yang diperkirakan berusia lima tahun ini pertama kali ditemukan pedagang di Pasar Legi, Kecamatan Sukorejo, Blitar akhir Mei 2013 lalu. Saat ditemukan dia menangis sendirian dan terlihat sakit. "Petugas Dinas Sosial kemudian mengambilnya dan menitipkan kepada kami," kata Rita saat ditemui Tempo, Kamis 27 Juni 2013.
Setelah beberapa waktu dirawat, bocah itu menunjukkan kondisi tubuh yang terus melemah. Kulitnya nyaris menempel dengan tulang tanpa menyisakan daging sedikitpun. Dia juga mengalami diare hebat dan batuk-batuk. Sorot matanya juga sayu dan sulit diajak berkomunikasi.
Karena curiga, bocah itu dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo Blitar yang memiliki klinik VCT, yakni klinik yang menangani penderita HIV/AIDS. Dan hasilnya benar, bocah itu dinyatakan positif terinfeksi virus HIV. Setelah diberi standar penanganan AIDS, dia kembali dikembalikan di RSU Mardi Waluyo dengan perawatan relawan AIDS di Blitar.
Saat ditemui Tempo di ruang isolasi Nusa Indah Nomor 5, bocah malang ini tengah dimandikan oleh Aris Susanto, seorang relawan. Tubuhnya terlihat sangat kurus dan kering dengan tonjolan tulang rusuk di sekujur dadanya. Tatapan matanya sayu dengan gerak tubuh yang pasif. Sebuah selang tertanam di salah satu lubang hidungnya. "Dia hanya mengangguk dan menggeleng," kata Aris.
Dengan sabar Aris menyiram dan menyabun tubuh bocah itu seperti anaknya sendiri. Usai mengeringkan dengan handuk, dia memasang popok dan membedakinya. Tak ada reaksi sama sekali dari Meila, demikian Aris dan perawat rumah sakit memanggilnya. Nama itu diberikan untuk mengingatkan waktu ditemukannya pada bulan Mei. Apalagi hingga kini sang bocah tak juga mau mengatakan asal-usul dan namanya.
Para relawan yang merawatnya menduga Meila menderita AIDS yang ditularkan ibunya. Setelah sang ibu meninggal, dia ditampung komunitas pengemis dan diajak menggelandang. Namun setelah sakit dan tak bisa diajak bekerja, dia dibuang di pasar hingga ditemukan pedagang yang iba.
Meila sendiri diperkirakan berusia 5 - 6 tahun. Hal ini didasarkan pada kemampuannya menulis dan berhitung. Namun melihat postur tubuhnya yang kering, dia tak lebih sepadan anak berusia 3 tahun dengan bobot 9 kilogram.
Selain melawan virus mematikan yang menggerogoti tubuhnya, Meila juga mengidap TBC. Dia juga masih mengalami diare dengan frekuensi buang air yang tinggi. Satu-satunya asupan nutrisi adalah susu cair yang dimasukkan melalui hidung.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Blitar Ngesti Utomo mengaku membiayai seluruh perawatan Meila. Namun rencananya dia akan dirujuk ke Panti Perawatan Anak penderita HIV di Bogor atau Papua. "Kami ingin dia dirawat dengan benar," katanya.
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
2 Desember 2022
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
Di Indonesia, hanya 25% dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan ARV yang menyelamatkan jiwa. UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu menginisiasi aliansi baru untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS.