TEMPO.CO, Banyuwangi - sekitar 20 aktivis lingkungan yang tergabung dalam Banyuwangi's Forum for Environtmental Learning (BaFFEL), Rabu petang, 5 Juni 2013, melakukan aksi jongkok untuk menolak adanya pertambangan emas.
Aksi yang bersamaan dengan peringatakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia itu dilakukan di depan kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi di Jalan Ahmad Yani.
Mereka berjongkok selama satu jam sambil membentangkan sebuah spanduk bertuliskan penolakan terhadap pertambangan emas yang saat ini beroperasi di Gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Humas BaFFEL Rosdi Bahtiar Martadi mengatakan, aksi jongkok itu untuk menyindir Pemerintah Banyuwangi dan Kementerian Kehutanan yang mengizinkan perusahaan pertambangan emas menambang di hutan lindung Tumpang Pitu.
Menurut Rosdi, bila Tumpang Pitu dieksploitasi maka limbah yang dibuang ke laut sebanyak 2.361 ton per hari. Rosdi mengingatkan agar Tumpang Pitu tidak mengulangi bencana di sebuah kampung di Buyat yang penduduknya terpaksa keluar karena daerahnya tercemar tailing. "Nelayan akan kehilangan mata pencahariannya," kata Rosdi.
Selain tailing, perusahaan tambang akan menyedot air 2,387 liter air per hari. Padahal hutan lindung Gunung Tumpang Pitu berfungsi sebagai penangkap air. "Jika airnya disedot, pertanian akan mati," ujar Rosdi pula.
Irwan, orator lainnya, mengatakan, pertambangan emas, baik yang dikelola oleh perusahaan asing maupun nasional akan menambah pemanasan global dan kerusakan lingkungan.
Apalagi sebelum eksploitasi dimulai, pantai selatan saat ini sudah tercemar merkuri akibat penambangan emas tradisional. "Kita harus tolak pertambangan emas di Tumpang Pitu," ucap Irwan.
Jatah saham yang diminta oleh Pemerintah Banyuwangi kepada perusahaan tambang sebesar 20 persen, kata Irwan, hanya dinikmati sesaat. Namun bencana kerusakan lingkungan akibat tambang akan terwariskan seumur hidup.
Pada 2007, eksplorasi Tumpang Pitu dilakukan PT Indo Multi Niaga (PT IMN). Perusahaan itu mengantongi kuasa pertambangan eksplorasi emas seluas 11.621,45 hektare di Blok Gunung Tumpang Pitu. PT IMN bekerja sama dengan perusahaan asal Australia Intrepid Minning Ltd.
Kemudian pada Juli 2012, izin dialihkan ke PT Bumi Suksessindo. Pengalihan diam-diam itu memicu protes dari Intrepid yang mengklaim memiliki saham 80 persendi PT IMN.