TEMPO Interaktif, Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai revisi Undang-Undang Jalan Nomor 13 Tahun 1980 hanya tambal sulam saja. Undang-undang yang sudah berusia lebih dari 20 tahun bahkan dinilai sudah tidak dibutuhkan lagi. "Alasan revisi benar tapi lemah," kata Direktur Eksekutif Walhi Longgena Ginting di Jakarta, Selasa (14/9). Walhi mengusulkan adanya Undang-Undang Sistem Transportasi Nasional yang lebih dapat mengatasi masalah transportasi.UU Jalan sendiri dikatakan Longgena hanya merupakan bagian dari sistem transportasi nasional. "Tidak bisa dilepaskan karena menyangkut infrastruktur," katanya lagi. Salah satu yang diatur dalam UU Jalan adalah mengatasi kemacetan lalu lintas. "Namun pengaturan ini jangan hanya sepotong-sepotong," katanya.Ditambahkannya hal-hal yang diatur dalam UU Jalan lebih mengarah ke teknis. Hal ini cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu). UU Jalan dinilai parsial karena hanya mengatasi masalah kemacetan. Saat ini lebih dibutuhkan payung kebijakan bagi pengaturan masalah transportasi. Longgena mengatakan revisi UU Jalan hanya akan lebih merevisi keberadaan PT. Jasa Marga. Selama ini PT. Jasa Marga memonopoli pengelolaan jalan tol. Namun pengaturan monopoli PT. Jasa Marga tidak berada dalam level undang-undang melainkan cukup memakai Peraturan Pemerintah. " Peran PT. Jasa Marga sudah tidak relevan lagi," kata dia.Usul itu sudah dikemukakan Walhi di Dewan Perwakilan Rakyat. Usul tertulisnya akan diserahkan dalam minggu ini. Menurut Longgena, DPR menyetujui usul Walhi tapi terus berdalih perlunya revisi UU Jalan yang dirasa sudah tidak lagi dibutuhkan.Ketika ditanya masalah lingkungan pada pembangunan jalan, Longgena menjelaskan belum diatur dalam UU Jalan. Dalam hal ini UU Jalan hanya mengatur masalah infrastruktur. Saat ini Walhi hanya bisa masuk melalui pasal yang mengatur tentang perans serta masyarakat. "Ini pun basa basi. Berada pada tingkat paling rendah," ujarnya lagi. Agriceli - Tempo News Room