TEMPO Interaktif, Solo: Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi, putra laki-laki tertua Pakoe Boewono XII dari isteri selir ketiganya, GRAy Pradapaningrum, Jumat (10/9) dinobatkan menjadi raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dia menyandang gelar Sahandhap Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Tigawelas Ing Kratondalem Surakarta Hadiningrat. Dengan demikian, keraton Surakarta kini resmi memiliki dua raja, karena sebelumnya putra PB XII lainnya, KGPH Tedjowulan juga menobatkan dirinya sebagai PB XIII dan sama-sama menggunakan gelar yang sama, pada tanggal 31 Agustus lalu. Bedanya, penobatan Gusti Tedjo tidak dilakukan di dalam keraton sebagaimana yang dilakukan Gusti Behi karena saat itu keraton digembok para pendukung Gusti Behi.Penobatan Gusti Behi dilakukan dengan penjagaan ketat. Seluruh jalan masuk menuju kompleks keraton dijaga oleh ratusan massa yang mengenakan seragam hitam-hitam. Selain itu aparat kepolisian juga dikerahkan, termasuk pasukan Brimob dan Tim Jihandak dari Polda Jawa Tengah. Sebelumnya memang ada kekhawatiran saat penobatan akan terjadi aksi teror dan penolakan oleh warga pendukung Tedjowulan. Prosesi jumenengan dimulai dengan pengukuhan Gusti Behi sebagai putra mahkota dengan melakukan sumpah kepada Tuhan dan leluhur di depan krobongan ndalem prabayusaya. Ritual tersebut secara otomatis menjadikan dia sebagai putra mahkota dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram. Selanjutnya bersama dengan putradalem lainnya, mereka menuju sitihinggilkraton yang berada di sebelah selatan Alun-alun utara kraton.Setelah itu dia duduk di sewayana manguntur tangkil lalu dilantik menjadi PB XIII oleh KGPH Haryo Mataram, satu-satunya putra lelaki PB X yang masih hidup dan kini menjadi pangeran sepuh di Kraton Surakarta. Pelantikan itu ditandai dengan penyematan bintang Suryawasesa, bintang kebesaran raja. Namun, karena bintang Suryawasesa merupakan benda pusaka yang masih disimpan di Ndalem Ageng yang kuncinya dipegang oleh Pengageng Parentah Kaputren, GK Ratu Alit, yang berpihak ke Tedjowulan, bintang yang dikenakan hanya berupa duplikat.Prosesi Jumenengan Nata atau penobatan menjadi raja ini berlangsung sekitar satu jam. Sejumlah kursi yang disediakan panitia lebih banyak kosong tak terisi. Tidak ada pejabat negara yang datang. Hanya terlihat Guruh Soekarnoputro yang hadir didampingi Walikota Solo, Slamet Suryanto. Sedangkan tiga pengageng atau petinggi lembaga utama Kraton Surakarta tidak hadir karena mereka telah sepakat menobatkan TedjowulanSekitar pukul 11.30 WIB, acara diistirahatkan untuk memberikan kesempatan kepada undangan melaksanakan salat Jumat. Acara kemudian dilanjutkan dengan pisowanan ageng mios siniwaka dengan acara tunggal yakni sajian Bedhaya Ketawang, sebuah tari sakral yang hanya disuguhkan dalam acara tingalan jumengang. Imron Rosyid - Tempo News Room