TEMPO.CO, Bekasi– Pemerintah Kota Bekasi meminta jemaah Ahmadiyah menanggalkan unsur Islam bila ingin segel permanen terhadap Masjid Al-Misbah dicabut kembali. Kalaupun masih mengenakan ajaran Islam, jemaah harus dibina terlebih dulu, di antaranya dengan cara diimami dalam salat berjemaah.
Dua syarat itu ditawarkan dalam mediasi yang digelar antara jemaah Ahmadiyah dan perwakilan Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Bekasi di kantor Pemerintahan Kota Bekasi kemarin. "Jelas tidak bisa, kami ini Islam," ujar anggota Keamanan Nasional Ahmadiyah, Ahmad Maulana, seusai mediasi, Kamis, 11 April 2013.
Ahmad terutama menunjuk pada alasan pertama. Adapun untuk alasan kedua, dia bersedia menerima asalkan pembinaan tidak sepenuhnya. "Upaya pembinaan ajaran bisa dengan diskusi keagamaan, bukan dengan cara 'mengimami' jemaah," ujarnya.
Maulana menegaskan, tuntutan pembatalan segel semata-mata untuk mempertahankan hak beragama dan tempat beribadah. Secara hukum, kata dia, Masjid Al-Misbah, yang terletak di Jalan Papanggo, Jatibening, Pondok Gede, mempunyai izin mendirikan bangunan. "Kami juga tidak beraktivitas sembarangan. Kami hanya beribadah," ujarnya.
Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu menyatakan mediasi kemarin berakhir buntu. "Ahmadiyah menolak dibina," ujarnya. (Lihat juga: Pemkot Bekasi: Ahmadiyah Sulit Diajak Dialog)
Dia menganggap pembinaan dengan cara mengimami dalam salat berjemaah diperlukan. Adapun penyegelan permanen merunut pada Surat Keputusan Bersama tiga Menteri dan peraturan pemerintah setempat.
Hadir dalam pertemuan itu, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Kota Bekasi Sukandar Ghazali dan anggota Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Yunita.Simak info Ahmadiyah dan permasalahannya di sini.
MUHAMMAD GHUFRON
Topik Terhangat:
Sprindik KPK | Partai Demokrat | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo | Nasib Anas
Baca juga:
5 Kejanggalan Penyegelan Masjid Ahmadiyah
Masjid Ahmadiyah di Bekasi Disegel Permanen
Puluhan Anggota Ahmadiyah Bertahan dalam Masjid
Penyegelan Masjid Ahmadiyah Bekasi Langgar HAM
Berita terkait
Pemerintah Diminta Perhatikan Jemaah Ahmadiyah NTB Saat Lebaran
6 Juni 2018
Penyerangan dan pengrusakan terhadap rumah jemaah Ahmadiyah di Grebek, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terjadi pada 19 dan 20 Mei lalu.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Disebut Kerap Alami Kekerasan Berbasis Agama Sejak 1998
21 Mei 2018
Tindakan intoleran terhadap jemaah Ahmadiyah yang baru-baru ini terjadi adalah aksi penyerangan, perusakan, dan pengusiran di Lombok Timur, NTB.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Meminta Polisi Memproses Pelaku Penyerangan di Lombok
21 Mei 2018
Jamaah Ahmadiyah meminta langkah cepat Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi seperti pernyataannya di media sosial.
Baca SelengkapnyaPerusak Rumah Warga Ahmadiyah di NTB Diperkirakan 50 Orang
21 Mei 2018
Massa merusak 24 rumah warga Ahmadiyah. Polisi mengevakuasi penduduk ke kantor Kepolisian Resor Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSetara: Persekusi Ahmadiyah Merupakan Tindakan Biadab
20 Mei 2018
Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSekelompok Orang Serang dan Usir Penganut Ahmadiyah di NTB
20 Mei 2018
Sekelompok orang melakukan penyerangan, perusakan, dan pengusiran terhadap warga penganut Ahmadiyah di Desa Greneng, Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaJemaah Ahmadiyah Minta di Kolom Agama E-KTP Ditulis Islam
25 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah minta dalam kolom agama e-KTP ditulis Islam.
Baca SelengkapnyaWarga Ahmadiyah di Manislor Desak Pemerintah Terbitkan E-KTP
24 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah di Kuningan meminta Ombudsman mendorong pemerintah daerah setempat untuk menerbitkan e-KTP bagi warga Manislor yang juga Ahmadiyah.
Baca SelengkapnyaTjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong
24 Juli 2017
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung jemaah Ahmadiyah untuk tetap mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca SelengkapnyaHuman Rights Watch: Larangan Atas Ahmadiyah Melahirkan Kekerasan
14 Juni 2017
Sejak ada SKB tiga menteri, kata Andreas, semakin banyak masyarakat Indonesia yang intoleran.
Baca Selengkapnya