TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti bagian Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, meminta pemerintah mengeluarkan pasal izin penyadapan dari Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Dia mengkhawatirkan jika disahkan, aturan itu akan dimanfaatkan oleh para koruptor.
"Pemerintah dan DPR harus mewaspadai upaya koruptor yang menggunakan jalan memutar untuk melemahkan KPK," katanya, melalui pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 20 Maret 2013. Emerson menilai aturan yang menyebutkan bahwa penyadapan harus seizin hakim ini bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi, karena akan mempersulit penyidikan.
Menurut dia, koruptor pun akan berupaya menggunakan RUU KUHAP ini setelah gagal mengegolkan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi yang juga mengatur pasal penyadapan. "Paling tidak koruptor memanfaatkan celah ini untuk melemahkan KPK," ujar Emerson.
Dalam RUU KUHAP, pemerintah menyebutkan, penyadapan pembicaraan telepon pada intinya dilarang. Penyadapan hanya dimungkinkan terhadap 20 tindak pidana serius yang diatur dalam RUU tersebut.
Untuk melakukan penyadapan, Pasal 83 KUHAP mengharuskan penyidik mendapat perintah tertulis dari atasan penyidik setelah mendapat izin dari hakim pemeriksa pendahuluan. Selanjutnya, penuntut umum menghadap kepada hakim bersama penyidik untuk menyampaikan permohonan tertulis. Permohonan itu juga harus melampirkan alasan penyadapan. Hakim kemudian mengeluarkan penetapan izin penyadapan selama 30 hari dan bisa diperpanjang paling lama 30 hari lagi.